Ombudsman Beberkan Maladministrasi Dalam TWK Pegawai KPK

Ombudsman Beberkan  Maladministrasi Dalam  TWK Pegawai KPK
Ketua Ombudsman RI, Dr. Mokhammad Najih (Foto: tangkapan layar zoom)

MONITORDAY.COM - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI),  menemukan maladministrasi dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dugaan pelanggaran TWK KPK yang ditemukan Ombudsman ini, seyogyanya menjadi perhatian bersama. Seperti  rangkaian proses pembentukan kebijakan, proses pelaksanaan dari peralihan, dan tahap dan penetapan hasil asesmen.

" Fokus pemeriksanaan Ombudsman mengacu ke dasar hukuk TWK, pelaksanaan TWK, Penetapan Hasil," jelas Najih di Diskusi Virtual Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dengan tema " Ombudsman RI dan TWK KPK" Minggu (25/7/2021). 

Menurut Najih, fokus pemeriksanaan sudah disebutkan diatas dengan mengacu pada dasar hukum proses penyusunan Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021. 

Sementara di pelaksanaan TWK, pihaknya menelaah soal sosialisasi dan persiapan Asesmen. 

Untuk pihak yang diperiksa Ombudsman yakni KPK, BKN, BNPT, DISPSI AD, PUSINTEL-AD dan BAIS (Badan Intelijen Strategis).

Selain padangan yuridis juga normatif bahwa di dalam sistem peralihan pegawai tetap KPK ke ASN ini tentu melalui mekanisme yang disebut mekanisme rekrutmen, maka ada proses seleksi.

Untuk kasus ini, adanya proses peralihan. jika dipelajari adanya perubahan KPK dari  UU no 19 20219. Peralihan pegawai KPK tidak mengikuti jalur seleksi namun jalur konversi. Disinilah temuan problematika hukum. 

Tahapan pembentukan kebijakan

Ombudsman berpandangan bahwa peraturan no 1 tahun 2021 Berdasarkan rancnagan peraturan KPK hasil dari 5 rapat, belum memuat (1) pelaksanaan asesmen TWK dan (2) pelaksanaan assesmen tersebut diselenggarakan oleh KPK bekerjasama dengan BKN .Pemenuhan syarat pasal 5 ayat (2) huruf b hanya dituangkan dalam suart pernyataan.

Rancangan peraturan KPK dibahwa 2x rapat internal. (1), 5 Januari 2021. Asesmen yang dilakukan adalah asesmen TWK. (2), 25 Januari 2021, asesmen TWK tersebut dilaksanakan oleh KPK bekerjasama dengan BKN.

Adanya penyisipan aturan

Ombudsman RI (ORI) berpendapat bahwa untuk pemenuhan sayarat pasa 5 ayat (2) huruf b dengan mekanisme asesmen TWK yang dilakukan KPK bekerjasama dengan BKN merupakan penyisipan ayat baru pada pasal 5 rancangan peraturan KPK pada tanggal 25 Januari 2021. 

Penyimpangan prosedur

Berdasarkan permenkumham 23/2018. Pasal 1 angka (4) pemrakarsa adalah pimpinan lembaga nonstruktural  yang mengaukan usul penyusunan rancangan peraturan dari lembaga nonstruktural pasal 8 Ayat 91) dalam hal pengharmonisasian rancangan peraturan dari lembaga Nonstruktural. Direktur Jenderal mengordinasikan dan memimpin rapat pengharmonisasian.

" kalau dalam kemenkumham Dirjen Peraturan Perundang-undangan. Temuan kami, ada penyisipan tambahan klausul muncul di akhir pada saat harmonisasi. Waktu itu, dihadiri oleh seluruh pimpinan lembaga negara yaitu Ketua KPK, Ketua LAN, Kepala BKN, Menteri Hukum dan HAM dan Menteri RAB. Adanya penandatanganan berita acara saat itu bukan ditandatangani oleh Pimpinan Lembaga negara, namun yang di teken oleh pejabat tinggi pratama yang notabennya tidak hadir di acara tersebut. Harmonisasi kok bisa dihadiri oleh para Pimpinan lembaga Negara, kalau mereka ini hadir harmonisasi pada level pembentukan undang-undang yang akan di bawa ke DPR. Kalau alasan hadir karena urgen, urgennya apa?" terang Najih.

Najih mempertanyakan pihak-pihak yang tidak hadir dalam rapat harmonisasi, seperti Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kemkumham.

Labih lanjut, Najih mengungkapkan nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada tanggal 8 April 2021 dan Kontrak Swakelola antara KPK dan BKN ditandatangi pada tanggal 26 April 2021 namun dibuat mundur menjadi tanggal 27 Januari 2021.

"ORI berpadapat bahwa KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur yakni membuat tanggal mundur" ungkap Najih.

BKN menyampaikan masukan tertulis terhadap rancangan peraturan KPK dalam rapat harmonisasi pada tanggal 26 januari 2021 dan mengusulkan agar pelaksanaan asesmen TWK oleh KPK bekerjasama dengan BKN. Namun dalam pelaksanaan, BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut.

Dipertanyakan kembali oleh Najih, Kenapa BKN justru menggunakan instrumen yang dimiliki oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat yang mendasari pelaksanaannya pada Keputusan Panglima Non Kep/1078/X11/2016 mengenai petunjuk pelaksanaan peneliyian personel bagi PNS/TNI di lingkungan TNI. 

Namun BKN tidak memiliki bahkan menguasai salinan dokumen Keputusan Panglima tersebut.

ORI juga menilai BKN sebagai observer dalam pelaksanaan asesmen TWK yang dilakukan oleh DISPSIAD, BAIS-TNI,PUSPINTEL AD, BNPT, BIN dan BKN tidak memiliki salinan dokumen Keputusan Panglia sehingga tidak mampu memastikan kualifikasi asesor yang melakukan asesmen TWK, baik terkait kompetensi maupun sertifikasi asesor. 

Dengan demikian, ORI berpendapat bahwa BKN tidak memiliki kompeten (alat ukur, instrumen dan asesor) dan menyampaikan permohonan fasilitas asesmen TWK kepada lembaga lain.

Seharusnya, BKN menyampaikan hal tersbeut kepada KPK sebagai pengguna dan pelaksana asesmen TWK dan tidak menggunakan salinan keputusan Panglima Nomor Kep/1078/XII/2016 sebagai dasar pelaksanaan TWK.

ORI juga memandang terbitnya Surat Keputusan KPK Nomor 652 Tahun 2021, KPK telah melakukan tindakan maladministrasi  berupa idak patut menerbitkan SK karena bertentangan dengan Putusan MK No 70/PPU-XVII/201 dan bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif terhadap pernyataan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.

Korektif Untuk Pimpinan KPK dan Sekjen KPK

ORI menyampaikan tindakan korektif yang mesti diperhatikan kepada KPK bahwa pegawai KPK perihal konsekwensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) di berikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk membenrhentikan 75 pegawai TMS.

Hakikat perailah status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan UU 19/19 dan PP 4120 serta maladaministrasi dalam proses penyusunan PKPK 1/21, proses pelaksanaan asesmen TWK dan penetapan hasil asesmen TWK, maka 75 pegawai KPK tersebut dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021.

Korektif untuk Kepala BKN

Dalam rangka perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian di masa yang akan datang, BKN agar menelaah aturan dan menyusun Peta Jalan (roadmap) berupa mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terhadap pengalihan status pegawai menjadi ASN.

Saran perbaikan untuk Presiden

Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi dan manajemen ASN, perlu mengambil alih kewenanagan yang didelegasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawian (PPK) KPK terkait pengalihan status 75 Pegawai KPK menjadi ASN.

Presiden perlu memberikan pembinaan kepada Lembaga Negara terkait

Sejatinya, Presiden perlu melakukan pembinaan terhadap ketua KPK, Kepala LAN, Menteri Hukum-HAM, serta Menteri PAN-RB bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi kepada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik

Diharapkan, Presiden melakukan monitoring terhadap tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman kepada BKN untuk menyusun roadmap manejemen kepegawaian, khususnya ikhwal mekanisme, instrumen dan penyiapan asesor terkait pengalihan status pegaai menjadi ASN di masa depan.

Dalam rangka mewujudkan tata kelola SDM Aparatur unggul, maka Presiden perlu memastikan pelaksanaan TWK dalam setiap proses manajemen AS dilaksanakan sesuai standar yang berlaku.