Oknum Rakus Duit di BPN dan Pemda, Konflik HGU Perkebunan Kerap Terjadi

MONITORDAY.COM - Erfan Efendy, mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) KementErian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasiona menilai Konflik penerbitan sertifikat Hak Guna Usah (HGU) pada semua perusahaan perkebunan di Kalimantan, termasuk di Provinsi Kalimantan Barat, karena oknum di Kantor Bahan Pertahanan Nasional dan oknum di Pemerintah Daerah (Pemda) rakus duit (uang).
“Jadi ini, semua, harus diusut tuntas Tim Anti Mafia Tanah dibentuk Kepala Polisi Republik Indonesia, atas instruksi Presiden Joko Widodo, Kamis, 16 Februari 2021,” kata Erfan Efendy, Senin (7 Mei 2021)
Erfan Efendy yang pensiun sebagai ASN di lingkungan Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Pontianak terhitung 1 Juni 2019, dan sebelum purna tugas selama 2 tahun menanangani konflik agraria di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat, mengatakan, banyak masyarakat di sekitar lahan perkebunan menjadi korban.
“Masyarakat jadi korban, karena banyak sekali tahapan proses penerbitan sertifikat HGU dilakukan di atas meja, tidak dilakukan sinkronisasi di lapangan. Presiden mesti segera perintahkan periksa semua warkah (alas hak) di dalam penerbitan HGU, dan di situ, pasti akan terbongkar semua pihak-pihak yang bermain. Mengusutnya tidak sulit, asalkan ada kemauan,” ujar Erfan Efendy.
Menurut Erfan Efendy, masyarakat di sekitar perkebunan yang merasa haknya atas tanah dirugikan, harus berani menuntut hak, di antaranya mempertanyakan poses penerbitan sertifkat HGU, dan bukti-bukti potensi warkah (alas hak di antaranya kuintasi pembayaran ganti rugi lahan, siapa-siapa yang menerima uang ganti rugi) atas tanah HGU itu.
Erfan Efendy mengungkapkan, lembar Surat Izin Lokasi, bukan bukti hak kepemilikan atas tanah, melainkan ruang bagi pemilik perusahaan melakukan pembicaraan dengan masyarakat setempat, tentang proses pembebasan lahan, melalui ganti rugi secara wajar.
“Kalau belum pernah dilakukan pembicaraan terbuka dengan masyarakat tentang proses memiliki lahan, tapi tiba-tiba terbit sertifkat HGU dan atau perpanjangan HGU, maka itu jelas-jelas pelanggaran, dengan menuntut segera dibuka dokumen warkah. Tuntut buka dokumen warkah, hak mutlak dari masyarakat. Di situ akan terbuka semua, siapa-siapa yang bermain. Itu pasti oknum di BPN dan oknum di Pemda, setelah dikasih uang dalam jumlah banyak, cukup melakukan proses administrasi di atas meja atau di sebuah hotel,” ujar Erfan Efendy.
Sesuai fakta yang ada bahwa sejak tahun 2005 setelah Bupati menerima 9 pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat pada tahun 2004, maka sejak tahun 2005 Bupati menerbitkan Izin Lokasi kepada orang-orang tertentu, dengan membuat perusahaan.
Kemudian surat keputusan Izin Lokasi tersebut dijual kepada pihak yang berminat dengan harga puluhan miliar dengan modus menjual saham dalam bentuk perubahan akta kepemilikan perusahaan.
Pihak yang membeli merasa izin lokasi yang sudah dibayar mahal itu adalah bukti alas hak untuk menguasai lahan tanpa harus membebaskan.
Jika ada masyarakat yang keberatan maka diserahkan kepada aparat hkum. Masyarakat selalu dibenturkan dengan aparat penegak hukum.“Situasi seperti itu sudah pasti Team Panitia B, tidak akan turun memeriksa lokasi.
Hal tersebut sudah tentu pemohon harus bayar mahal. Itu yang mengakibatkan mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Erfan Efendy.
Erfan Efendy menjelaskan, ada 6 tahap harus dilewati dalam Tata Cara Proses Kepemilikan Perkebunan & Permohonan HGU.
Pertama, pemohon mengajukan prmohonan informasi lahan kepada kantor Pertanahan. Jika terdapat adanya lahan yang tersedia maka Kantor Pertanahan memberikan data informasi lahan. Baik lahan untuk kebun maupun lahan untuk tambang.
Kedua, bahwa berdasarkan informasi lahan tersebut, maka perusahaan mengajukan prmohonan Izin Lokasi kepada Bupati melalui kepala Kantor Pertanahan.
Ketiga, bahwa atas dasar permohonan izin lokasi tersebut Kantor Pertanahan mengolah data kemudian diteruskan ke Bupati.
Keempat, bahwa atas dasar adanya permhonan izin lokasi maka permohonan tersebut oleh Pemerintah Kabupaten dikaji bersama pejabat terkait yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kepala Kantor Pertanahan.Jika tidak ada masalah maka Bupati menerbitkan Surat Keputusan Izin Lokasi. Dengan jangka waktu selama 2 tahun, agar pemegang izin lokasi harus menguasai lahan.
Kelima, bahwa untuk menguasai lahan maka pihak perusahaan harus melakukan sosialisasi mohon dukungan warga.Jika ada lahan yang dikuasai dan dimiliki masyarakat maka perusahaan wajib untuk membebaskan lahan tersebut dengan cara ganti rugi atas Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) bagi lahan yang belum bersertifikat.
Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Nomor 2 Tahun 1999, tentang: Izin Lokasi dimana ditegaskan bahwa pemilik izin lokasi tidak berhak menguasai lahan sebelum melakukan pembebasan hak atas tanah.
Keenam, bahwa jika penguasaan tanah sudah tidak ada masalah maka pihak prusahaan mengajukan permohonan Izin Usaha Penanam (IUP) kepada Bupati, sekaligus mengajukan permohonan Analisa Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL).
Khusus proses permohonan HGU, ujar Erfan Effendy, mesti melewati 5 tahap.
Pertama, pemohon mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor Badan Pertanahan Kabupaten.Jika luasnya bukan kewenangan Kepala Kantor Pertanahan, maka diteruskan ke Kantor Wilayah Pertahanan Nasional Provinsi.
Karena luasnya adalah kewenangan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BNP-RI), mka diteruskan ke BPN RI.
Atas dasar itu petugas BPN-RI, melaksanakan pengukuran secara kadastral di lokasi lahan sesuai peta gambar izin lokasi.
Kedua, bahwa berdsarkan Peta Bidang yang dibuat BPN-RI, maka pemohon HGU mengajukan permohonan haknya ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, melalui Kantor Pertanahan Kabupaten.
Ketiga, bahwa atas dasar permohonan HGU, tersebut maka Kepala Seksi HGU melakukan penelitian data yuridis, yaitu surat-surat kelengkapan.
Yang utama adalah adanya bukti ganti rugi kepada masyarakat.
Jika semua lengkap, maka dibuat surat keputusan pembentukan Team Panitya Pemeriksaan Tanah "B".Tugas Team Panitya "B" melakukan peneitian data yuridis dan penelitian data fisik.
Untuk itu Team panitya B, harus turun ke lokasi ketemu tokoh-tokoh masyarakat, melihat kondisi lahan apa sesuai dengan peruntukan.
Keempat, bahwa jika tidak masalah maka Team Panitya "B" melakukan exphose selanjutnya berkas dikirim ke Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Kelima, bahwa atas dasar surat keputusan pemberian HGU tersebut, maka pmohon mengajukan prmohonan pendaftaran HGU di Kantor Pertanahan Kabupaten.
“Bahwa setelah pmohon memenuhi kewajibannya membayar Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PHTB) dan Biaya Pndaftaran maka Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat HGU. Jika prosedur itu dijalankan dengan benar sudah pasti tidak akan terjadi konflik perkebunan di Kalimantan,” ujar Erfan Efendy.
Erfan Effendy juga menuturkan kendatipun sekarang proses perizinan perkebunan diambil alih Pemerintah Pusat lewat Pemerintah Provinsi, tapi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten tetap ada, sehingga harus dicermati seluruh rangkaian prosesnya, agar masyarat tidak menjadi korban.