Nestapa Mona Heydari Di Negeri Para Mullah

Nestapa Mona Heydari Di Negeri Para Mullah
Mona Heydari perempuan muda korban kekejian suaminya

MONITORDAY.COM - Mona Heydari mungkin bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang perempuan biasa yang hidup di negeri para Mullah, Iran. Sayangnya nasib mujur tak menyapanya. Alih-alih kebahagiaan, Mona justru raih nestapa yang merenggut nyawa. Dia menjadi korban kebiadaban manusia yang mengatasnamakan tradisi. Dia korban dari budaya patriarki yang masih mengakar di negeri asal Salman Al Farisi tersebut. 

Mona dipaksa menikah saat usianya masih sangat belia. Di Iran, usia minimal menikah bagi perempuan adalah 13 tahun. Bagi laki-laki 15 tahun. Mona dinikahkan dengan sepupunya Sajjad Heidari dalam usia 12 tahun. Usia yang lebih rendah dibanding yang diizinkan pemerintah Iran. Adapun usia suaminya belum dapat diketahui oleh media. 

Alih-alih bahagia, Mona justru mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga dari suaminya. Sampai usia 17 tahun Mona bertahan demi anak mereka yang berusia 3 tahun. Setelah bertahun-tahun merasakan KDRT, Mona memutuskan kabur ke Turki. Dia pergi ke Turki selama 4 bulan namun berhasil dibujuk ayah kandungnya untuk kembali ke Iran.

Dari sinilah nasib naas menimpa Mona. Mona malah dibunuh oleh Sajjad dan saudara laki-lakinya.

Tangan Mona diikat dan kepalanya dipenggal. Bahkan tubuh Mona dibuang begitu saja sebelum Sajjad mengarak kepala istrinya itu ke di jalan-jalan Ahvaz. Dalam rekaman video yang sempat viral, Sajjad bahkan tampak tersenyum membawa potongan kepala Mona dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya membawa sebilah pisau.

Dari laporan kantor berita Fars, ibu Sajjad mengakui anaknya sempat mengancam akan membunuh istrinya itu dan mengaku akan bertanggungjawab atas pembunuhan itu.

Akibat perbuatan Sajjad dan saudaranya, mereka kini telah ditangkap. Namun belum jelas hukuman apa yang akan mereka hadapi.

“Terdakwa pasti akan ditindak tegas,” kata jaksa Iran. Abbas Hosseini kepada Fars.

Video perilaku Sajjad di situs web berita Rokna pun telah ditutup Pemerintah Iran. Video tersebut dinilai ‘mengganggu masyarakat secara psikologis’.

Apa yang dialami Mona disebut dengan honor killing, membunuh demi kehormatan. Honor killing adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kasus pembunuhan anggota keluarga yang dianggap telah mencemari nama baik keluarga atau apa yang mereka sebut dengan nilai komunal. Perempuan seringkali menjadi sasaran atau korban dari praktik ini. Pembunuhan biasanya dilakukan ayah, saudara atau suami korban. 

Dilansir dari situs ABNA, Ayatulah Sayid Ali Khamenei melalui Kantor Pemimpin Besar Republik Islam Iran telah mengeluarkan peringatan, "Masyarakat, baik secara hukum maupun moral, harus bersikap keras terhadap mereka yang melihat pelecehan terhadap perempuan sebagai hak mereka; Hukum juga harus memberikan hukuman berat dalam hal ini."

Secara resmi perintah Iran mengecam praktik honor killing yang menimpa Mona Heydari dan akan menghukumnya sesuai KUHP setempat. Walaupun tradisi ini masih mengakar di sebagian suku yang hidup di negeri para Mullah tersebut. 

Dilihat dari ajaran Islam, tentu saja tidak dibenarkan pembunuhan dengan alasan kehormatan. Hal ini termasuk ke dalam membunuh orang dengan alasan yang batil. Hukumannya adalah qishash. 

Dalam QS. Al Maidah: 32 Allah SWT berfirman: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.

Ajaran Islam juga memuliakan perempuan. Jauh sekali dengan apa yang diterima oleh Mona Heydari dan dilakukan suami serta saudara laki-lakinya. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik (akhlak/pergaulannya) kepada istrinya.”

(HR. At-Tirmidzi, (3/466);  Ahmad, (2/250) dan Ibnu Hibban (9/483). Pernyataan Hadits shahih oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albani)