Narasi Kekerasan yang Harus Henti
Alangkah mengerikannya negeri ini jika narasi kekerasan terus berlangsung.

MONDAYREVIEW.COM – Demokrasi dipilih sebagai cara di negeri ini. Manakala ada konflik yang terjadi, maka jalur yang dipilih adalah melalui mekanisme demokrasi. Ada aturan hukum yang memagari perilaku. Dengan demikian manajemen konsensus dan konflik tidak diperkenankan untuk dilakukan secara brutal dan barbar menggunakan cara kekerasan.
Lanskap kondisi Indonesia dihentak oleh narasi kekerasan. Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disiram air keras. Sampai saat ini pelaku dan aktor intelektualnya masih belum terungkap. Lalu yang kekinian narasi kekerasan terjadi terhadap Hermansyah yang merupakan saksi ahli dalam kasus dugaan chat mesum Habib Rizieq Shihab. Pakar telematika ITB ini menyakini bahwa chat yang ada merupakan palsu. Pembacokan terhadap Hermansyah menimbulkan praduga bahwa ada keterkaitan dengan kesaksian dan keahlian Hermansyah. Dalam hal ini tentu pihak Kepolisian harus mengungkap secara benderang perkara pembacokan Hermansyah.
Narasi kekerasan yang terjadi di negeri ini harus berhenti. Langkah dan sikap seseorang, tidak lantas harus diburu dengan perilaku kekerasan. Alangkah mengerikannya negeri ini jika narasi kekerasan terus berlangsung. Dalam perkara yang terkait dengan hukum, jika ada “jalan lain” yang ditempuh yakni melalui aksi kekerasan. Bagaimana upaya pembungkaman dilakukan dengan lancung melalui aksi kekerasan. Tentu pendapat ini harus diuji lagi. Dalam hal ini pihak Kepolisian harus bertindak sigap dan cepat untuk mengurai pelakunya. Jika tidak, maka akan berkembang opini bahwa narasi kekerasan tengah terjadi di negeri ini. Dan hal tersebut merupakan sesuatu yang radikal dan dapat meruntuhkan pilar-pilar demokrasi yang kita percaya.