Kala KPK Mencokok KKP

Siapa menebar benur mestinya menuai lobster. Siapa menjual benur maka tetangga yang akan memanen lobster. Urusan benur lobster sudah sejak awal menjadi kontroversi. Moratorium penangkapan dan penjualan benur menjadi salah satu kebijakan Susi Pudjiastuti semasa menjadi menteri. Silang pendapat terbuka di jagad maya sempat mengemuka antara Susi dan Kementerian KKP yang pernah dipimpinnya.

Kala KPK Mencokok KKP
Konpers Kasus KKP/ Antara

MONDAYREVIEW.COM - Siapa menebar benur mestinya menuai lobster. Siapa menjual benur maka tetangga yang akan memanen lobster. Urusan benur lobster sudah sejak awal menjadi kontroversi. Moratorium penangkapan dan penjualan benur menjadi salah satu kebijakan Susi Pudjiastuti semasa menjadi menteri. Silang pendapat terbuka di jagad maya sempat mengemuka antara Susi dan Kementerian KKP yang pernah dipimpinnya.

Apa hendak dikata nasi sudah menjadi bubur. Menteri Kelautan dan Perikanan ditangkap KPK. Bersama 7 orang lainnya termasuk sang istri yang anggota DPR Komisi V, mantan Menteri Edhy Prabowo disangka rasuah.  Ia telah menyatakan permohonan maaf dan mundur dari jabatan di pemerintahan dan partai. Baru sekira setahun masa jabatan pil pahit harus ditelan akibat godaan rasuah di tengah wabah.  

Kebijakan tidak menjual ‘bayi lobster’ itu memiliki alasan kuat. Indonesia sebaiknya menjual lobster dewasa yang jauh lebih berharga. Jika benur diekspor maka negara pesaing seperti Vietnam yang akan menguasai pasar lobster internasional dan mengambil keuntungan berlipat ganda dalam jangka panjang.

Masalahnya nelayan dan pengusaha lokal banyak yang belum siap. Itu yang menjadi alasan mereka yang mendukung kebijakan untuk mengizinkan ekspor benur. Dinyatakan bahwa banyak nelayan penangkap benur yang kelaparan karena kehilangan kesempatan menjual benur.  

Disamping itu diperlukan investasi dan waktu yang lebih panjang untuk memperkuat bisnis budi daya lobster. Menjual benur akan menghasilkan uang cepat. Sehingga titik komprominya adalah kebijakan untuk mengekspor benur disertai dengan syarat ada peruntukan sebagian investasi sebagai kewajiban pengusaha untuk membudidayakan lobster hingga dewasa.

Sementara di mata pengkritiknya kebijakan mengekspor benur akan mematikan nelayan dan pembudidaya lobster di kemudian hari. Harga benur akan melambung bahkan tak tertutup kemungkinan Indonesia akan harus mengimpor benur di kemudian hari.

Kala itu KKP membuat beberapa syarat bagi eksportir sebagai dalih bahwa ekspor ini tak akan mematikan dan tetap menjaga keberlangsungan ekosistem dan usaha budi daya lobster di tanah air.

Namun semua wacana pro dan kontra itu kandas sudah. Sejak dini hari 25 November 2020 kabut menyelimuti KKP. Baru menginjakkan kakinya di Tanah Air, orang nomor satu di kementerian itu bersama istri dan anak buahnya dicokok KPK di bandara. Tentu cukup bukti bagi KPK untuk melakukan tindakan bagi seorang pembantu Presiden.     

KPK ternyata mampu menujukkan tajinya. Berani menangkap pejabat selevel menteri. Meski kita belum tahu sebenarnya nilai uang rasuah dalam dugaan transaksi haram ini.  Sejauh ini baru beredar informasi nilai 9,8 Miliar Rupiah yang berasal dari para eksportir benur. Nilai yang boleh dikata tak terlalu signifikan untuk sebuah target bagi KPK.

Bagaimanapun langkah KPK patut diapresiasi. Publik berharap penegakan hukum akan kembali tegak. Demi nasib bangsa dan masa depan anak-cucu. Korupsi terbukti masih marak. Para politisi seakan tak punya pilihan untuk memenuhi hasrat diri dan menambal political cost yang tinggi. Ditangkapnya para tersangka benur tak boleh berakhir lentur. Siapa saja yang terseret harus bertanggungjawab dan menanggung akibatnya.

KPK juga tak boleh tebang pilih. Kementerian dan lembaga lain juga masih menyimpan banyak potensi ‘main mata’ antara pejabat dan pengusaha. Dunia sedang meradang oleh pandemi. Bangsa kita juga menghadapi persoalan serius dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Jika masih tak punya hati dengan melakukan kongkalikong untuk mengeruk uang negara maka penjara yang akan memberinya efek jera.

Khalayak masih mengingat dengan jelas betapa UU KPK yang baru dikritik banyak fihak melemahkan lembaga penegak hukum ini dan agenda penegakan hukum di negeri ini. Kritik ini harus dijawab dengan tindakan nyata dan transparan. Lugas sekaligus trengginas. Tajam ke atas dan kebawah. Menjadi garda depan mewujudkan cita-cita konsitusi mewujudkan keadilan bagi seluruh anak bangsa. Tanpa kecuali.