Harga Emas: Tetap Perkasa di Saat Pandemi
Selama pandemi, harga emas justru terus meningkat bahkan menembus rekor tertingginya Rp1.022.000 pada (28/7).

MONDAYREVIEW.COM – Ada banyak hal buruk yang terjadi selama pandemi. Banyaknya korban jiwa, meningkatnya pengangguran, menurunnya perekonomian adalah hal pahit yang mesti kita terima. Tapi hal ini tidak berlaku untuk harga emas. Selama pandemi, harga emas justru terus meningkat bahkan menembus rekor tertingginya Rp1.022.000 pada (28/7). Hal ini menjadi keuntungan bagi yang menyimpan logam mulia ini sebagai instrument investasi. Pasti muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan harga emas terus menanjak di kala pandemi?
Naiknya harga emas di Indonesia tidak bisa lepas dari factor naiknya harga emas dunia. Adapun kenaikan harga emas dunia disebabkan pandemic covid-19 dan konflik politik Amerika Serikat dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Hubungan dua negara adidaya tersebut kian memanas disebabkan beberapa insiden. Diantaranya konflik geopolitik China vs. India di pegunungan Himalaya. Militer India telah mensiagakan alutsistanya di lokasi tersebut.
hubungan China dengan Amerika Serikat (AS) juga kian memanas. Keduanya saling menutup konsulat, China menutup konsulat AS di Chengdu, sebagai upaya balas dendam atas ditutupnya konsulat China oleh AS di Houston, Texas. Sementara alasan penutupan dari AS adalah tuduhan pencurian properti intelektual oleh China, yang terjadi sehari setelah Departemen Kehakiman mendakwa 2 warga China atas tuduhan meretas ratusan perusahaan, dan berusaha mencuri data penelitian vaksin Covid-19
Ketidakpastian ekonomi akbat pandemic serta konflik geopolitik membuat para investor mengalihkan instrument investasinya kepada yang lebih aman, yakni emas. Hal inilah yang membuat harga emas terus melonjak, yakni tingginya permintaan investor. Hal ini sesuai dengan hukum pasar, semakin tinggi permintaan maka semakin tinggi harga barang tersebut. Namun kenaikan harga emas membuat adanya aksi ambil untung oleh para pemilik emas, mereka beramai-ramai menjual kembali emasnya. Hal ini membuat harga emas kembali menurun setelah mengalami kenaikan terus menerus. Harga emas kembali fluktiatif walaupun dengan level harga yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Emas dalam bentuk logam mulia (bukan perhiasan) merupakan salah satu instrument investasi yang bisa digunakan untuk mengamankan nilai asset. Walaupun tidak sebesar kenaikan harga property, namun trend harga emas cenderung terus naik dan tidak pernah turun. Maka dari itu banyak yang mencoba mengamankan asetnya dalam bentuk logam mulia ini. Pada zaman dahulu emas adalah alat tukar perdagangan pada masa romawi. Hal ini diadopsi oleh umat Islam yang juga bisa mengadopsi perak yang berasal dari Persia. Walaupun sudah dikenal penggunaan uang kertas, namun pada masa lalu emas masih menjadi back up dari uang kertas yang beredar.
Sampai pada tahun 1944, dalam konferensi Bretton Woods yang membahas soal ekonomi, back up emas terhadap uang kertas dihilangkan. Uang kertas mempunyai nilai nominal yang berbeda dengan nilai intrinsiknya. Hal ini juga disebabkan oleh transaksi ekonomi yang semakin dinamis sehingga back up emas untuk uang kertas sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Pada masa ini perkembangan teknologi semakin membuat transaksi lebih dinamis dengan munculnya teknologi perbankan dan uang digital. Walaupun sudah tidak lagi menjadi alat tukar maupun back up uang kertas, namun emas masih sangat menarik untuk dimiliki sebagai instrument investasi.