Pajak Nol Persen Demi Nasib 1,5 Juta Jiwa Pekerja Industri Otomotif
Angka penjualan mobil di Indonesia terpukul hebat oleh pandemi. Merek Toyota penjualannya turun 70% sementara Daihatsu turun 59% pada Agustus 2020 bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Tak heran bila muncul usulan untuk memangkas pajak mobil hingga 0%.

MONDAYREVIEW.COM – Angka penjualan mobil di Indonesia terpukul hebat oleh pandemi. Merek Toyota penjualannya turun 70% sementara Daihatsu turun 59% pada Agustus 2020 bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Tak heran bila muncul usulan untuk memangkas pajak mobil hingga 0%.
Sama dengan sektor lain 2020 memang tahun prihatin. Resesi sudah di depan mata. Covid-19 masih menghantui tanpa ada yang bisa memastikan kapan akhirnya. Berdasarkan data total penjualan yang dicatat GAIKINDO bulan Juli, penjualan kendaraan roda empat menunjukan tren membaik. Tentu jangan dibandingkan dengan data tahun lalu.
Secara umum semua pabrikan atau merek mobil mengalami pukulan hebat. Dari angka penjualan Agustus Toyota Avanza masih menjadi mobil terlaris. Pesaingnya di kelas MPV kelas bawah bertengger di sembilan (Mitsubishi Xpander), Daihatsu Xenia (17) dan paling buncut ada Suzuki Ertiga.
Tak kurang dari 1,5 juta jiwa bergantung dari geliat industri otomotif. Dapat dibayangkan persoalan yang dihadapi saat ini. Dari buruh pabrik, karyawan penjualan, hingga pekerja bengkel berada dalam kondisi harap-harap cemas.
Pabrikan Jepang masih dominan di lima besar. Namun patut diperhatikan merek Cina, Wuling dan Daihatsu yang melonjak tajam. Juga menarik dilihat, sektor usaha sepertinya akan mulai menggeliat karena banyak yang pesan truk dan mobil komersial.
Meski Toyota masih paling atas, tapi jualan mereka terpangkas lebih dari setengahnya. Sepanjang tahun ini, Toyota juga masih menguasai pasar dengan pangsa 31 persen lebih. Daihatsu dan Honda mengekor di belakangnya untuk kendaraan penumpang. Mitsubishi Fuso melaju terdepan sebagai merek kendaraan komersial dengan pangsa wholesales terbanyak.
Pembahasan pemotongan pajak mobil baru
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih mengkaji usulan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor yang diajukan Kementerian Perindustrian.
Ia mengatakan pemberian stimulus tambahan untuk sektor industri atau masyarakat bisa saja dimungkinkan meski harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi maupun kebutuhan terkini.
Kita akan melihat lagi apa yang dibutuhkan untuk menstimulus ekonomi lagi dengan tetap kita jaga konsistensi kebijakannya. Demikian kata Menkeu Sri Mulyani. Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan relaksasi pajak untuk menstimulus pasar sekaligus mendorong pertumbuhan sektor otomotif di tengah masa pandemi COVID-19.
Menperin menyakini upaya pemangkasan pajak pembelian mobil baru tersebut bisa mendongkrak daya beli masyarakat dan memulihkan penjualan produk otomotif yang sedang menurun.
Kinerja industri otomotif pada semester pertama 2020 terbilang melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meski mulai semester kedua tahun ini, ada perkembangan yang positif. Oleh karena itu, Menperin berharap relaksasi pajak tersebut bisa segera dijalankan agar bisa memacu kinerja industri otomotif di tanah air dan pemulihan ekonomi nasional.
Menanggapi usulan tersebut, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan dukungannya karena kebijakan itu dapat mendorong daya beli masyarakat.
Gaikindo mengharapkan biaya administrasi lainnya atau pajak yang terkait dengan penentuan harga mobil baru juga mendapatkan potongan seperti PPN, PPnBM, BBN KB dan juga PKB. Harapannya, masyarakat bisa membeli mobil baru. Dengan demikian pabrik-pabrik mobil dan komponen dapat bekerja penuh kembali.
Pada saat yang sama industri mobil perlu mengkaji perubahan sistemik dalam ekosistem otomotif dunia. Strategi dalam melepaskan diri dari krisis, inovasi produk, layanan purna-jual dan berbagai langkah realistis harus dimulai sejak saat ini. Dampak pandemi diperkirakan dapat memukul sektor ini hingga dua tahun ke depan. Kelak bila angka penjualan mulai pulih masih ada beban menutup kerugian selama anjloknya penjualan.