Perang 4.0 USA vs. China

Perang dagang aplikasi teknologi ini bisa kita sebut dengan Perang 4.0, yakni perang hasil dari revolusi industry 4.0.

Perang 4.0 USA vs. China
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Peperangan merupakan hal yang akan kita temui dalam setiap masa dan peradaban. Bentuknya saja yang senantiasa berubah mengikuti perkembangan pemikiran manusia. Dahulu perang identic dengan adu fisik dan senjata. Perang melahirkan korban jiwa yang harus kehilangan nyawa. Banyak pula yang mengalami luka-luka akibat peperangan. Yang memenangkan perang berhak menawan yang kalah perang. Motif perang bermacam-macam, dari mulai ekonomi sampai harga diri.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, senjata yang dipakai dalam peperangan terus berkembang. Jika dahulu seorang pandai besi membuat pedang, tombak dan perisai serta baju zirah untuk peperangan, sejak ditemukannya senjata api, maka orang berperang dengan pistol dan meriam. Kemudian ditemukanlah kendaraan, orang-orang beralih dari berjalan kaki menjadi berkendara. Lahirlah tank-tank berlapis baja yang digunakan sebagai kendaraan perang. Lahir pula pesawat tempur yang membawa bom untuk berperang.

Perang Dunia I dan II menjadi saksi bahwa kemajuan teknologi dapat hamper menghancurkan peradaban manusia. Bom atom yang akhirnya dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki menjadi saksi bisu bagaimana teknologi nuklir dapat menjadi senjata pemusnah massal. Pasca perang dunia II, belum ada lagi perang secara massal yang terjadi di dunia. Namun bukan berarti tidak ada, konflik-konflik di beberapa regional dunia masih ada seperti di Timur Tengah dan Ukraina. Namun perkembangan zaman membuat perang hari ini tak hanya soal adu senjata, namun adu ekonomi, politik dan teknologi.

Peperangan secara ekonomi disebut dengan perang dagang, hal ini terjadi kepada dua negara adidaya, yakni Amerika Serikat dan China. Seiring dengan perkembangan teknologi, perang dagang pun berkembang tak hanya barang-barang konvensional, namun juga aplikasi teknologi. Aksi saling blokir pun tak terhindarkan. Perang dagang aplikasi teknologi ini bisa kita sebut dengan Perang 4.0, yakni perang hasil dari revolusi industry 4.0.

China terkenal dengan pelarangan produk-produk asing, seperti Facebook, Instagram. Twitter, Google, WhatsApp, Snapchat, hingga YouTube diblokir di China.Sebagai alternatif, startup dan pengembang platform dalam negeri bertumbuh dengan baik. Sebut saja berbagai platform media sosial yang bisa menggantikan platform yang diblokir di China. Sebut saja Baidu sebagai pengganti mesin pencarian Google hingga Weibo sebagai pengganti Facebook dan Twitter. Ada pula Youku Tudou yang merupakan platform video streaming seperti YouTube. Kemudian ada pula QQ, aplikasi pesan instan lain yang juga dikembangkan oleh Tencent. Kemudian bahkan ada aplikasi yang berhasil menembus pasar internasional, yaitu WeChat. Aplikasi ini menggabungkan beberapa fungsi aplikasi media seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, hingga Skype.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mengeluarkan perintah eksekutif yang      melarang TikTok beroperasi di AS. Seperti dikutip dari AFP, aturan itu berlaku dalam 45 hari ke depan. Menurut Trump, Amerika Serikat harus mengambil tindakan agresif terhadap pemilik TikTok demi melindungi keamanan nasional. Setelah itu berlaku, maka AS akan melarang warga maupun perusahaan melakukan transaksi apa pun dengan ByteDance Ltd, pemilik aplikasi TikTok.

ByteDance yang berbasis di China memiliki kantor pusat di AS, tepatnya di wilayah selatan California. Trump mengatakan TikTok berpotensi menjadi alat intelijen China yang memata-matai AS. Aplikasi seluler TikTok telah diunduh sekitar 175 juta kali di AS dan lebih dari satu miliar kali di seluruh dunia. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan TikTok dan perusahaan perangkat lunak China lainnya yang beroperasi di AS seperti WeChat telah memberikan data pribadi warga AS kepada Partai Komunis China.