Munas NU Sepakat Tidak Sebut Kafir Untuk Non-muslim
Kata kafir yang seringkali dilontarkan untuk melabeli kelompok atau individu yang bertentangan dengan ajaran yang mereka yakini, baik kepada non-Muslin maupun kepada sesama Muslim itu sendiri.

MONITORDAY.COM - Kata kafir yang seringkali dilontarkan untuk melabeli kelompok atau individu yang bertentangan dengan ajaran yang mereka yakini, baik kepada non-Muslin maupun kepada sesama Muslim itu sendiri.
“Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim yang dianggap mengandung unsur kekerasan teologis,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Muqsith Ghozali, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (1/3).
Hal tersebut dikatakan oleh Muqsith saat pembahasan di Komisi Maudluiyah pada Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2).
Muqsith mengatakan, bahwa para kiai telah menyepakati untuk tidak menggunakan kata kafir, akan tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara. Menurutnya, hal demikian menunjukkan kesetaraan status Muslim dan Non-Muslim di dalam sebuah negara. “Dengan begitu, maka status mereka setara dengan warga negara yang lain,” terang pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Meskipun demikian bukan berarti menghilangkan kata kafir. “Tetapi memberikan label kafir kepada warga Indonesia yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya kurang bijaksana,” kata Muqsith.
Pembahasan ini dilakukan karena masih adanya sebagian warga negara lain yang mempermasalahkan kewargaan yang lain. “(Mereka) memberikan atribusi teologis yang diskriminatif dalam tanda petik kepada sekelompok warga negara lain,” katanya.
Pembahasan ini dihadiri oleh Mustasyar PBNU Prof Muhammad Machasin, Rais Am Syuriyah PBNU KH Miftahul Akhyar, Rais Syuriyah KH Masdar Farid Masudi dan KH Subhan Ma’mun, Katib ‘Aam Syuriyah PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Kemudian, Katib KH Abdul Ghofur Maimun Zubair dan H Asrorun Niam Sholeh, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU H Marsudi Syuhud, hingga Sekretaris Jenderal PBNU H Helmi Faishal Zaini.