Myanmar Rampas Lahan Perkampungan Rohingya dan Bangun Pangkalan Militer
Praktek perampasan tanah oleh militer terjadi dalam skala yang sangat besar

MONITORDAY.COM - Otoritas Myanmar dikabarkan telah merampas lahan di negara bagian Rakhine yang sebelumnya didiami etnik Rohingya. Lahan perkampungan milik etnis muslim Rohingya dibuldozer dan dibakar hingga rata dengan tanah.
Hal itu disampaikan Amnesty International saat meluncurkan hasil investigasinya, Senin (12/3). Lewat keterangan saksi mata dan analisis citra satelit, laporan Amnesty International bertajuk "Remaking Rakhine State" membeberkan secara rinci bagaimana pembangunan proyek konstruksi meningkat di wilayah perkampungan Rohingya yang telah rata dengan tanah setelah ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri dari praktek pembersihan etnis yang dilakukan oleh militer tahun lalu.
Jalan dan bangunan yang didirikan di perkampungan Rohingya membuat para pengungsi makin sulit untuk kembali ke rumah mereka lagi.
"Apa yang kami lihat di negara bagian Rakhine adalah praktek perampasan tanah oleh militer dalam skala yang sangat besar. Markas militer yang sedang dibangun justru diperuntukkan menjadi tempat tinggal bagi pasukan keamanan yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap komunitas Rohingya," ungkap Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.
Kondisi itu membuat harapan pengungsi Rohingya dapat kembali secara sukarela, aman dan bermartabat semakin jauh dari kenyataan. Tidak hanya rumah mereka yang hilang, tetapi pembangunan ini semakin memperparah diskriminasi yang mereka hadapi di Myanmar.
Penelitian terbaru Amnesty International mengungkap bagaimana rumah-rumah yang ada di perkampungan Rohingya telah dibakar dan diratakan dengan tanah sejak Januari. Bahkan, pepohonan dan vegetasi yang ada di sekitarnya juga dihancurkan sehingga membuat wilayah tersebut susah dikenali lagi.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa otoritas Myanmar sedang mencoba untuk menghilangkan bukti kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya yang dapat mempersulit investigasi di masa yang akan datang.
"Perataan dengan tanah seluruh perkampungan Rohingya sangat mengkhawatirkan. Kuat dugaan otoritas Myanmar sedang mencoba menghapus bukti kejahatan kemanusiaan yang membuat segala upaya untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan kemanusiaan menjadi sulit," ucap Tirana.