MUI: Salah Besar Cadar Dianggap Simbol Radikalisme dan Anti Pancasila

MONITORDAY.COM - Larangan Bercadar di lingkungan kampus, kini menuai polemik kembali. Paada kasus kali ini terjadi di IAIN Bukittinggi.

MUI: Salah Besar Cadar Dianggap Simbol Radikalisme dan Anti Pancasila
Ilustrasi/Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM - Larangan Bercadar di lingkungan kampus, kini menuai polemik kembali. Pada kasus kali ini terjadi di IAIN Bukittinggi.

Dr. Hayati Syafri Dosen Bercadar IAIN Bukittinggi didampingi Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia, melakukan audiensi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat K.H Arwani Faishol dan Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Dr. Hj. Azizah, M.A. Rabu, (06/03).

Hayati Syafri menjelaskan bahwa dirinya mendapat diskriminasi pemaksaan untuk melepas cadarnya, "bahkan mengakibatkan penonaktifan jabatannya sebagai dosen dan berujung pada keluarnya SK Kemenag tentang Pemberhentian dirinya sebagai PNS," tuturnya.

Disamping itu, Hayati juga menceritakan bagaimana pihak kampus melakukan pemaksaan pelarangan cadar dengan mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani langsung oleh Dekan FTIk IAIN Bukittinggi. "Sehingga berimbas pada mahasiswi yang sudah terbiasa bercadar ditekan untuk melepaskan cadarnya," imbuhnya.

Wasekjen komisi Fatwa MUI Pusat K.H Arwani Faishol berpendapat bahwa penggunaan cadar merupakan bagian dari syariat islam.

"Salah besar jika menganggap bahwa cadar adalah simbol radikalisme dan Anti Pancasila," tegasnya.

Mengacu pada kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945, kebebasan beragama juga mencakup pada pelaksanaan syariah sesuai dengan Mahzab yang diyakini. "Sehingga seseorang yang meyakini Mahzab Syafii, tidak boleh dipaksa menjalankan praktek ibadahnya dengan mahzab lain," pungkasnya.

Hasil audiensi ini akan dibawa oleh K.H Arwani Faishol dalam rapat internal komisi fatwa untuk dibahas dan ditindaklanjuti mengenai adanya diskriminasi dan pelanggaran HAM dalam pelarangan penggunaan cadar dilingkungan kampus IAIN Bukitinggi Sumatera Barat. Selain itu Dr. Hj. Azizah, M.A juga akan membahas masalah ini di Komisi yang dipimpinnya.