Minat Baca Rakyat Indonesia dan Upaya Menghadirkan Buku Murah

Indonesia mencetak 18.000 judul buku tiap tahunnya. Berarti 1 buku dibaca oleh 14 juta orang.

Minat Baca Rakyat Indonesia dan Upaya Menghadirkan Buku Murah
Buku (Monday Review/Zainal Arifin)

MONDAYREVIEW.COM – Data dari UNESCO pada tahun 2012 menyatakan hanya 1 dari 1000 orang penduduk Indonesia yang memiliki minat baca serius. Budayawan Taufiq Ismail pernah menyindir generasi Indonesia sebagai ‘rabun membaca dan pincang menulis’. Taufiq Ismail juga menyebutkan generasi 0 buku terkait bacaan dari pelajar di Indonesia.

Menyadari sejumlah fakta tersebut, ragam cara dilakukan untuk meningkatkan minat baca. Melalui Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 diantaranya dengan Gerakan 15 Menit Membaca. Selama 15 menit, siswa diharapkan membaca buku non teks pelajaran. Selain itu Gerakan Literasi Nasional juga terus dikembangkan.

“Kami terus menggiatkan Gerakan Literasi Nasional, yakni pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem pendidikan. Harapannya menumbuhkan minat baca,” kata Direktur Pembinaan PKLK, Sri Renani Pantjastuti saat Festival dan Lomba Literasi PKLK 2017 di Pekanbaru, Riau.

Gerakan Literasi Nasional ini dapat dioptimalkan dengan meningkatkan fungsi perpustakaan ataupun mengadakan pojok bacaan (ketika lahan sekolah kurang), penjenjangan dari buku disesuaikan dengan kepatutan usia. Gerakan Literasi Nasional juga mengharapkan agar guru mampu menjadi teladan literasi.

Sedangkan menurut Gol A Gong yang aktif mengelola sanggar Rumah Dunia di Serang, Banten menyatakan masyarakat pun telah bergiat untuk meningkatkan minat baca.

“Masyarakat secara luas sudah membantu program pemerintah dengan taman bacaan dan komunitas literasi bisa mengakses buku-buku itu dengan gratis,” kata Gol A Gong.

Buku yang Murah Dinanti Publik

Sementara itu penulis dan praktisi buku, Gol A Gong ketika diwawancara menyatakan minat baca masyarakat Indonesia sesungguhnya tinggi.

“Saya melihat minat bacanya sudah tinggi. Indikasinya dengan banyaknya komunitas literasi di Indonesia, di 34 provinsi. Ada yang versi pemerintah, taman bacaan masyarakat lebih dari 10.000-an,” kata Gol A Gong saat ditemui di acara Festival dan Lomba Literasi PKLK 2017 di Pekanbaru, Riau.

“Minat baca tinggi bisa dilihat dengan membaca berita-berita online. Misalnya Detik.com ada 1 materi berita bisa dibaca sama 100 jutaan, page view-nya. Itu kan menunjukkan minat bacanya sudah tinggi,” tambah Gol A Gong yang aktif mengelola sanggar Rumah Dunia di Serang, Banten.

Gol A Gong memandang permasalahannya lebih terletak di kuantitas buku yang dicetak dan harga buku yang mahal.

“Indikasinya buku setahun dicetak 18.000 judul, padahal jumlah penduduk Indonesia 250 juta,” urai Gol A Gong. “Saya melihat mulailah sekarang pemerintah, pers Indonesia optimis bahwa sesungguhnya minat baca di Indonesia tinggi, minat belinya yang jadi masalah. Karena disinilah kemudian permasalahan pengusaha, pajak, harga buku mahal, itu harusnya di situ yang diselesaikan.”

Sementara itu  menurut Hikmat Kurnia, Ketua IKAPI DKI Jakarta, pada 2012 Indonesia mencetak 18.000 judul buku. Berarti 1 buku dibaca oleh 14 juta orang. Data lainnya diungkap Gol A Gong, di Inggris pada 2013 dicetak 184 ribu judul buku. Yang berarti tiap satu jam diterbitkan 20 judul buku. Sedangkan di Indonesia per 1 jam hanya 2 buku yang diterbitkan. Ada pun jumlah penerbit di Indonesia per tahun 2015 adalah 1246 penerbit.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah terus berupaya menghadirkan buku yang terjangkau bagi masyarakat. Kini telah disahkan Undang-Undang (UU) Sistem Perbukuan. Penetapan UU Sistem Perbukuan dilakukan pada rapat paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy berharap UU Sistem Perbukuan dapat mendorong literasi masyarakat.

“Sistem perbukuan dapat menjawab berbagai permasalahan dan tantangan perbukuan secara nasional dalam rangka mendorong tumbuhnya literasi masyarakat agar dapat berperan lebih baik dalam tingkat global,” ujar Mendikbud Muhadjir Effendy usai rapat paripurna seperti dilansir situs Kemdikbud.

UU Sistem Perbukuan merupakan inisiatif DPR yang dalam pembahasannya melibatkan lima kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai koordinator tim antar kementerian, dengan anggotanya yakni Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Melalui UU Sistem Perbukuan diharapkan dapat tersedia buku bermutu yang murah serta terjangkau dan merata.

“Perlu disadari bahwa bangsa yang memiliki budaya literasi yang baik merupakan salah satu ciri bangsa yang cerdas dan masyarakat mampu memaknai dan memanfaatkan informasi secara kritis untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemenuhan pemilikan budaya literasi ini antara lain dapat didorong dan dikembangkan melalui ketersediaan buku yang bermutu, murah atau terjangkau dan merata,” ungkap Mendikbud Muhadjir Effendy.

Ada pun area yang diatur dalam UU Sistem Perbukuan yakni menjamin ketersediaan buku bermutu, murah, dan merata baik buku umum maupun buku pendidikan. UU ini juga menjamin penerbitan buku bermutu dan pengawasan buku yang beredar, menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan. UU ini juga memberikan jaminan peluang tumbuh dan berkembangnya dunia perbukuan nasional. Dengan UU Sistem Perbukuan juga memperjelas tugas dan fungsi serta kedudukan pemerintah, pelaku perbukuan dan masyarakat dalam mengembangkan ekosistem perbukuan.