Paket Kebijakan Investasi Bukan untuk Kepentingan Asing

Kebijakan yang membuka ruang bagi investasi acapkali dikritik sebagai kebijakan yang pro-asing. Hal tersebut mesti disikapi secara jernih. Pada satu sisi negara membutuhkan masuknya investasi untuk mendorong laju perekonomian nasional agar terus tumbuh sehingga lapangan kerja baru dapat dihasilkan.  Dan di sisi yang lain, negara perlu mengamankan kedaulatan dan kemandirian ekonominya.

Paket Kebijakan Investasi Bukan untuk Kepentingan Asing
Darmin Nasution

 

MONDAYREVIEW.COM- Kebijakan yang membuka ruang bagi investasi acapkali dikritik sebagai kebijakan yang pro-asing. Hal tersebut mesti disikapi secara jernih. Pada satu sisi negara membutuhkan masuknya investasi untuk mendorong laju perekonomian nasional agar terus tumbuh sehingga lapangan kerja baru dapat dihasilkan.  Dan di sisi yang lain, negara perlu mengamankan kedaulatan dan kemandirian ekonominya.

Kinerja perekonomian nasional yang terus mengalami guncangan eksternal membutuhkan langkah antisipasi dari Pemerintah Indonesia.   Salah satu langkah yang dilakukan belum lama ini oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral adalah menaikkan tingkat repo tujuh hari dengan 25 basis poin menjadi 6%. Sebagaimana diungkap BI dalam siaran persnya pada 15 Nopember 2018.  

Kenaikan suku bunga kebijakan tersebut juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan. Untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, Bank Indonesia menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3% serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/PLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dari 2% menjadi 4%, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK)

Langklah tersebut disusul dengan peluncuran paket ekonomi ke-16. Paket ini bertujuan untuk melonggarkan peraturan yang terkait dengan investasi.  Paket ini terdiri dari tiga poin utama, yaitu perluasan penghapusan pajak (tax holiday), penyesuaian atas daftar negatif investasi (DNI) dan pemberian insentif pajak untuk tabungan wajib pendapatan ekspor di rekening bank Indonesia.

"Republik ini berusia lebih dari 70 tahun namun ada begitu banyak hal yang tidak kami miliki," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution kepada wartawan di kantornya pada Jumat malam. “Ketika ekonomi kita telah tumbuh, impor kita telah meledak karena kita tidak dapat menyediakan barang-barang itu sendiri.”

Darmin mengatakan itu adalah tanda kepercayaan dari investor asing terhadap Indonesia meskipun situasi eksternal akan melawan negara, seperti pengetatan moneter di Amerika Serikat, yang mendorong investor untuk menarik uang mereka keluar dari pasar negara berkembang dan memindahkannya ke AS. Pemerintah mencatat Rp. 14,4 triliun (US $ 985,23 juta) dari modal asing yang masuk ke Indonesia melalui surat utang pemerintah antara Januari dan November.

Pemberlakuan Tax Holiday baru dalam paket ekonomi ke-16 memperluas kategori, durasi, dan jumlah yang berlaku. Revisi untuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2018 tentang tax holiday akan dikeluarkan, bersama dengan PMK baru untuk mengatur liburan pajak khusus untuk investasi yang lebih kecil di zona ekonomi khusus (SEZs).

Kementerian Keuangan, sebagaimana diungkapkan oleh Iskandar Simorangkir selaku Wakil Menteri Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan,  akan  mengeluarkan dua peraturan pada minggu depan. Langkah ini sebagai tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo.   Langkah ini untuk memperkuat industri hulu dan hilir kami, jadi kami tidak lagi hanya memberikan insentif untuk merintis industri tetapi juga untuk industri kecil yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus.

Tax Holiday ditawarkan atas 18 sektor termasuk sektor industri pengolahan berbasis pertanian, perkebunan atau kehutanan dan sektor ekonomi digital. Dua sektor terakhir ini termasuk sektor-sektor yang baru.   

Dengan peraturan baru ini, investasi senilai antara Rp 100 miliar dan Rp 500 miliar sekarang dapat pengurangan pajak penghasilan sebesar 50 persen selama lima tahun. Investasi senilai antara Rp 20 miliar dan Rp 100 miliar dalam KEK juga memenuhi syarat untuk insentif yang sama, sedangkan investasi lebih dari Rp 100 miliar dalam KEK dapat sepenuhnya dikecualikan dari pajak penghasilan untuk antara lima dan 20 tahun.