Milenial Muhammadiyah Mendunia

Milenial Muhammadiyah Mendunia
Ilustrasi foto, Apat Sy.

MONITORDAY.COM - Muda  mendunia. Begitu kira-kira gambaran singkat, dua sosok yang saya temui Sabtu (20/3) siang, kemarin. Kebetulan, keduanya junior saya di Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM).

Sosok pertama yang saya maksud adalah Irfan Amalee. Meski berbeda tempat kelahiran, tapi saya cukup mengenal Irfan (begitu saya menyapanya). Karena Irfan memang adik kelas saya di Pesantren Darul Arqam Garut.

Untuk sosok yang pertama ini, saya sebetulnya tidak terlalu kaget jika dirinya menjadi salah satu nominator Kick Andy Heroes 2021. Karena sejak lama memang sudah konsen terhadap isu perdamaian (peace).

Bahkan, saya beberapa kali terlibat dalam satu projek bersamanya. Termasuk mendirikan Pesantren Welas Asih di Garut. Irfan sangat khas anak-anak muda Muhammadiyah Jawa Barat. Selain lincah, dia juga memiliki ide-ide yang kreatif dan segar.

Jika kita katagorikan, maka Irfan bukan kategori milenial Muhamadiyah yang konservatif. Dia juga tidak termasuk orang yang pragmatis-politis. Irfan tak suka ingar bingar dan kontestasi politik.

Irfan menurut saya juga bukan sosok yang progresif-liberal. Bagi saya dia bagian dari anak muda yang progressif- transformatif. Punya pemikiran yang berkemajuan, namun tidak membuatnya nyaman berada di menara gading atau berputar-putar dalam penanfsiran teks. Sebaliknya, ia terjun ke lapangan langsung menyelesaikan persoalan dan membuat perubahan. Itulah Irfan yang saya kenal.

Masa kecilnya dihabiskan di Kota Bandung, tempat bermukim beragam etnis dan suku bangsa. Ia pun terbiasanya bergaul dengan anak-anak berbeda latar belakang agama, suku, maupun keyakinan.

Itulah kenapa Irfan melihat penting sebuah pencegahan konflik ketimbang menyelesaikannya. Keyakinan yang mendorongnya mendirikan The Peace Generation Project sekira tahun 2007.

Irfan Amalee percaya jika kebanyakan konflik tumbuh dari prasangka, dan pada akhirnya prasangka melahirkan kesalahpahaman. Di era digital, bibit ini berbuah berita bohong atau hoax yang tumbuh subur di kanal-kanal digital.

Bersama Eric Lincoln, rekan sekaligus guru bahasa inggrisnya Irfan menjalankan organisasi yang fokus pada pengembangan pelatihan perdamaian, media pembelajaran dan kegiatan kampanye, serta aktivasi konten perdamaian.

Di awal perkembangannya, Irfan dan Eric melihat betapa sulitnya mengajarkan perdamaian kepada orang lain. Meski pelatihan sudah dilakukan, namun upaya itu tidak lantas menebarkan virus perdamaian. Ide maupun paham soal perdamaian hanya berhenti pada orang-orang yang ikut pelatihan saja.

Hingga akhirnya, lahirlah Modul Pendidikan karya Peace Gen. Modul ini lalu dilengkapi dengan buku-buku. Dengan modul tersebut, Peace gen lalu menggandeng beberapa mitra, untuk menggelar serangkaian pelatihan untuk guru dan fasilitator di dalam maupun luar negeri.

Melalui Peace Gen, Irfan berkomitmen menebar misi perdamaian melalui upaya yang ceria, interaktif dan keratif. Bersama Eric, dia membuat 12 modul nilai perdamaian.

Awalnya memang kami tidak berniat untuk membuat suatu gerakan. Kami hanya ingin menulis buku, sampai akhirnya muncullah agen-agen perdamaian," kata Irfan. Peace Generation Indonesia mengenal tiga hal utama dalam mengabarkan perdamaian, yaitu mengajarkan perdamaian (teaching peace), belajar perdamaian (learning peace), hingga menerapkan perdamaian (implementation peace).

Dari tiga hal itu, guru-guru di sekolah dapat mengajarkan kepada anak didik masing-masing, sehingga mereka paham dan kemudian mengamalkan nilai-nilai perdamaian di lingkungan sekitar.

Di tengah situasi pandemi yang tak kunjung usai dan dinamika politik yang selalu riuh ramai, sosok-sosok seperti Irfan Amale dan Riza Azumarrida sejatinya layak jadi panutan. Kita butuh anak-anak muda seperti mereka yang tak gemar berkomentar di ruang-ruang digital, namun berkarya nyata dan membuat perubahan.

Selanjutnya, sosok kedua yang saya maksud adalah Riza Azyumarrida Azra. Namanya memang mirip salah satu mantan rektor UIN Jakarta. Tapi ternyata tidak ada kaitan. Mungkin satu hal saja yang sama, mereka sama-sama intelektual yang progressif.

Bersama sang istri, Riza bercita-cita membuat swasembada tepung dengan menjadikan Rumah Mocaf. Rumah produksi tepung mandiri yang sukses memberdayakan banyak pekerja di hampir 4 kecamatan di tempat kelahirannya, Banjarnegara.

Cerita Riza dimulai ketika ia menjadi relawan di Sekolah Inspirasi Pedalaman (SIP) Banjarnegara. Sebuah komunitas yang bergerak di bidang pendidikan dari berbagai berlatar belakang.

Saat menjadi relawan di pertengahan 2014, Riza seringkali mendapat banyak curhatan dari para petani perihal harga ketela/singkong yang terjun bebas.Singkong bisa dibilang tidak ada harganya.

Riza pun tergerak untuk mencari cara mengolah singkong menjadi lebih bernilai. Setelah bertemua seorang bapak yang anaknya kebetulan menjadi salah satu anak yang ikut bermain dan belajar di Sekolah Inspirasi Pedalaman.

Sedihnya, si bapak yang petani singkong itu hanya mendapat bayaran Rp200 per kilogram. Sungguh amat disayangkan. Bahkan untuk sekadar membeli air penghilang dahaga saja singkong satu kilo tidak bisa.

Riza yang merupakan lulusan teknik elektro itu pun menceritakan, jika setelah berdiskusi dan melakukan penelitian tentang cara mengolah singkong, ia akhirnya mantap mengolah tanaman itu jadi tepung Mocaf (Modified Cassava Flour).

Riza yakin betul, jika diolah dengan baik, tanaman singkong bisa bernilai tinggi. Membuka lapangan kerja, dus juga membuat para petani lebih sejahtera.

Dia bercerita, jika apa yang diraihnya tersebut merupakan hasil riset dan diskusi dengan banyak rekannya sesama alumni kampus. Dari diskusi tersebut, muncul saran untuk mengolah tanaman singkong menjadi Mocaf.

Kini, Riza lah sebetulnya yang lebih layak disebut sebagai ‘Anak Singkong’. Karena berhasil menjadikan singkong sebagai produk dengan nilai ekonomi tinggi. Bersama istrinya, Wahyu Budi Utami, Riza perlahan tapi pasti mendirikan Rumah Mocaf pada 2018. Tujuannya, untuk meningatkan kesejahteraan para petani singkong dan masyarakat Banjarnegara.

Belakangan, usahanya ini mendapat sokongan dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat Lazismu dan Pemuda Muhammadiyah Banjarnegara. Kehadiran rumah mocaf ini pun mampu memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Perjuangan hebat, yang akhirnya membuat Riza beserta isteri menjadi salah satu nominator Kick Andy Heroes 2021. Tak hanya itu, Riza juga sudah melakukan ekspor pertamanya ke Malaysia dan Inggris. Ya, seperti Irfan, Riza juga termasuk ‘Milenial Muhammadiyah Mendunia’.