Cyber Bullying di Era Daring, Wajar atau Kurang Ajar?
Perundungan atau bully adalah tindakan menyakiti orang lain baik secara verbal (ucapan) maupun fisik. Sementara Cyber bullying adalah tindakan bully dengan menggunakan teknologi digital.

MONDAYREVIEW.COM – Dunia maya sangat berbeda dengan dunia nyata. Di dunia maya, kita bisa lebih bebas mengekspresikan hal-hal yang sungkan untuk diungkapkan di dunia nyata. Dunia maya mempunyai sekat yang membuat kita tidak bisa berinteraksi secara langsung dengan lawan bicara kita.
Di dunia nyata kita punya seribu pertimbangan untuk mengatakan tidak mengatakan sesuatu, entah itu karena takut, malu, segan dan sebagainya. Di dunia maya seringkali kita tak berpikir panjang dalam menyampaikan suatu hal, karena kita merasa tidak akan ada akibat buruk yang menimpa kita.
Sisi negatif dari dunia maya yang disebabkan oleh hilangnya ketakutan untuk berbicara, adalah terjadinya cyber bullying. Perundungan atau bully adalah tindakan menyakiti orang lain baik secara verbal (ucapan) maupun fisik. Sementara cyber bullying adalah tindakan bully dengan menggunakan teknologi digital.
Menurut UNICEF, ada tiga perilaku yang bisa tergolong sebagai cyber bullying:
- Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial
- Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan
- Meniru atau mengatasnamakan seseorang (misalnya dengan akun palsu atau masuk melalui akun seseorang) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.
Bullying dengan alasan apapun adalah perbuatan yang salah dan tidak terpuji. Begitupun cyber bullying. Hal ini karena kedua perilaku ini bisa menimbulkan trauma psikis kepada korbannya. Banyak pelaku yang belum menyadari bahaya dari bullying dan menganggapnya perbuatan wajar. Ada dua contoh kasus cyber bullying yang menimpa dua publik figur akhir-akhir ini. Yang pertama adalah Kekeyi, yang kedua adalah dr. Tirta Hudhi. Dua orang ini mengalami cyber bullying yang cukup parah dari warganet.
Kekeyi pada awalnya adalah seorang vlogger kecantikan, yang kontennya membahas tentang penggunaan make up. Banyak yang mengapresiasinya karena dengan wajah yang menurut orang tidak cantik, namun Kekeyi tampil percaya diri menjadi beauty vlogger. Nama Kekeyi tiba-tiba viral saat dia menjalin hubungan dengan Rio Ramadan, seorang pemuda ganteng. Pasangan yang unik ini sontak menjadi trending di kalangan warganet. Rio dan Kekeyi akhirnya putus, Kekeyi melanjutkan karir sebagai youtuber dengan konten yang unik.
Selama berkiprah, Kekeyi sudah sangat sering menerima cyber bullying dari warganet yang menyerang fisiknya atau tingkah lakunya. Menanggapi hal itu Kekeyi tidak terlihat panik, malah biasa-biasa saja, Dia menikmati kondisi seperti itu sebagai pundi-pundi uang yang bisa didapatkan. Puncaknya saat Kekeyi bersama timnya meluncurkan lagu Aku Bukan Boneka. Lagu ini sempat menjadi trending topic nomor 1 di youtube. Seperti biasa, isi komentarnya mayoritas hujatan dan hinaan.
Cyber Bullying juga menimpa sosok milenial yang naik daun gegara Covid-19, dr. Tirta namanya. Dr. Tirta mendadak viral karena marah-marahnya di Indonesian Lawyers Club menuntut dilakukannya lockdown. Penampilan sosok ini juga nyentrik, tidak seperti dokter pada umumnya. Rambutnya dicat, dengan kacamata di wajahnya. Selain menjadi dokter, Tirta juga mempunyai usaha cuci sepatu dengan banyak karyawan. Walaupun sempat ada yang tidak suka dengan sikap dr. Tirta di ILC, namun perlahan warganet bisa mengapresiasinya atas upayanya kampanye untuk pencegahan Covid-19.
Sampai dia melakukan sebuah blunder, yakni beredar foto dr. Tirta nongkrong di Holy Wings restoran cepat saji di Jakarta. Foto itu tersebar dan viral, warganet yang mungkin sejak awal kurang suka dengan dr. Tirta, segera melakukan cyber bullying. Tidak seperti Kekeyi yang terlihat cuek, dr. Tirta cukup serius menanggapi cyber bullying yang diterimanya. Dalam salah satu statusnya di medsos, dr. Tirta hampir depresi dan ingin bunuh diri karena bullying yang diterimanya. Dr. Tirta juga ingin mengumpulkan seluruh bukti bullying yang dialaminya, dan akan membawa warganet yang membullynya ke jalur hukum.
Dari dua kasus ini, kita bisa belajar bahwa cyber bullying tidak boleh dianggap sepele. Mungkin bagi yang mentalnya kuat, dia bisa cuek terhadap bully yang diterimanya. Namun bagi yang tidak siap menghadapinya, cyber bullying bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Adanya orang yang cuek saat dibully tidak bisa dijadikan alasan pembenar bagi cyber bullying. Warganet juga sering beralasan bahwa Kekeyi dibully karena dia memancing orang untuk membullynya. Sekali lagi argumen ini juga tidak bisa jadi pembenar cyber bullying.
Jika kita tidak suka atau tidak setuju terhadap sesuatu di dunia maya, sampaikan ketidaksetujuan kita dengan baik. Tidak perlu diiringi dengan kata-kata yang bersifat bullying. Jadilah warganet yang berakhlak dan beretika dalam bermedsos. Kalau tidak bisa, lebih baik diam!