Merumuskan Strategi Kampanye Alternatif Pilkada Serentak

KPU secara resmi melarang bentuk-bentuk kampanye konvensional yang mengumpulkan massa seperti konser musik, jalan santai, panen raya, rapat umum dll.

Merumuskan Strategi Kampanye Alternatif Pilkada Serentak
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Bagi kelompok masyarakat sipil, keputusan pemerintah melanjutkan Pilkada Serentak adalah sebuah kabar buruk. Namun mau tidak mau harus diikuti karena pemerintah mempunyai otoritas untuk memutuskannya. Tinggal dikawal pelaksanaannya agar meminimalisir dampak kesehatan bagi masyarakat. Namun ada kabar baik yang perlu kita tahu, yakni KPU secara resmi melarang bentuk-bentuk kampanye konvensional yang mengumpulkan massa seperti konser musik, jalan santai, panen raya, rapat umum dll. Larangan ini diatur dalam PKPU No. 13 tahun 2020 yang merupakan perubahan dari PKPU no. 6 tahun 2020.

Tentu saja aturan ini kita mesti sambut baik karena akan mengurangi kerumunan massa yang berarti tingkat resiko penularan covid-19 juga berkurang. Di satu sisi para timses paslon Pilkada Serentak diharuskan untuk memutar otak guna merumuskan strategi kampanye alternative di tengah pandemic seperti sekarang ini. Tentu saja strategi yang efektif dan efisien. Secara umum ada dua strategi yang dapat digunakan oleh pasangan calon dalam kondisi seperti sekarang ini, masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pertama adalah strategi blusukan ke basis-basis massa, karena mengumpulkan massa di satu tempat dilarang, maka para paslon yang harus mendatangi basis massa. Fenomena blusukan ini dipopulerkan oleh Joko Widodo sebagai metode kampanye yang menarik simpatik karena digambarkan bahwa calon pemimpin peduli dengan rakyatnya. Bentuk kepeduliannya dengan mendatangi rakyat langsung, bukan rakyat yang mendatanginya. Jika pada masa normal blusukan adalah gimmick politik, maka dalam situasi pandemic blusukan harus dilakukan dengan alasan kesehatan.

Memang dibanding dengan mengumpulkan massa dalam satu tempat, blusukan ke basis massa dianggap kurang efisien, karena jangkauannya terbatas. Hal ini bisa diakali dengan cara blusukan ke tokoh-tokoh atau simpul masyarakat. Jika sudah blusukan kepada tokoh yang mempunyai pengaruh di masyarakat, diharapkan dia bisa mengajak masyarakatnya untuk memilih paslon yang blusukan tersebut. Tentu saja timses paslon harus mempunyai komitmen bahwa blusukan yang dilakukan tidak akan mengakibatkan kerumunan.

Kedua adalah strategi media offline, yakni dengan media-media seperti spanduk, stiker, kalender dll. Strategi ini dirasa cukup efektif karena akan menjangkau banyak massa dalam satu waktu. Tergantung dari besarnya dana yang dihabiskan untuk membuat media-media tersebut. Namun efektifitas dari kampanye jenis ini juga masih diragukan. Media seperti spanduk, stiker membuat masyarakat tahu dengan sang paslon, namun belum tentu membuat warga memilihnya. Strategi media offline ini cocok untuk sosialisasi paslon, namun untuk membuat massa memilihnya, perlu kampanye lanjutan.

Ketiga adalah strategi media online, yakni memaksimalkan iklan di media sosial guna meningkatkan popularitas pasangan calon. Timses dapat memanfaatkan platform-platform media sosial sesuai dengan segmen massanya. Jika target kampanye adalah orang tua, maka facebook cocok menjadi platform kampanye. Namun jika yang disasar adalah anak muda, maka instagram, twitter dan tiktok adalah platform yang cocok. Untuk strategi ketiga ini, kreatifitas adalah kunci. Semakin kreatif, maka berpeluang untuk viral. Jika viral, maka popularitas akan meningkat, walaupun belum tentu berbanding lurus dengan elektabilitas.