Indonesia Butuh Banyak Guru Penggerak

Guru bukan sekadar mengajar namun menjadi inspirasi bagi lingkungan sekitar. Guru harus menggerakkan, Guru Penggerak dalam istilah program Kemendikbud saat ini.

Indonesia Butuh Banyak Guru Penggerak
Ilustrasi foto/Net

MONDAYREVIEW.COM – Sementara roda kereta api menghentak-hentak berbenturan dengan relnya membuat khawatir perasaan siapa pun, kami malah asyik mengobrol dengan masing-masing secangkir manis hangat di meja kereta api. Saya mulai bertanya perihal pengalaman pertama kalinya mendirikan sebuah sekolah di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.

Tertawa kecil menjadi pembuka, sebelum Tamsil Linrung benar-benar bercerita.

"Keluarga saya semuaya guru. Ayah saya, kalau ada yang melamar anak perempuannya, kalau ia ketahuan (sebagai guru, (lamarannya) langsung diterima. Saya pun sesungguhnya (mestinya) jadi guru, kalau sesuai dengan keinginan orangtua,” kenang sosok kalem itu dengan logat Makassarnya, Januari 2018 silam, dalam perjalanan Jakarta-Malang.

“Saya sudah coba (mengambil jalur) sekolah guru. Mulai dari SD merangkap madrasah, kalau siang hari. Kemudian saya masuk Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), bukan SMP, pagi hari (dan siangnya sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA)). Waktu tingkat SMA, saya sebenarnya disuruh masuk Sekolah Pendidikan Guru (SPG), tapi tidak lulus karena ada persyaratan, yaitu tingginya harus 150 cm dan waktu itu saya masih 148 cm,” kisahnya lagi.

Tamsil memang kemudian tidak menjadi guru. Tapi membuat sekolah yang mengajak para guru untuk bergabung di situ. Dan di sekolah Insan Cendekia Madani (ICM) dirinya selalu mengatakan, “Apa pun yang kalian lakukan di sini, jangan coba-coba sakiti perasaan guru. Karena kalau Anda melakukan itu, sama dengan menyakiti perasaan orangtua saya dan menyakiti saya.”

Di ICM, guru diberi gaji yang sangat layak. Juga diberi rumah. Kalau Sabtu-Minggu perlu kendaraan, kami sediakan fasilitas kendaraan. Hari-hari lain pun ada kendaraan (untuk keperluan guru). Kami punya fasilitas kendaraan operasional, sampai kemarin ada 40. Ada bus, termasuk bus VIP yang di atasnya ada tempat tidur, WC dan sebagainya. Mau pulang kampung, guru-guru juga bisa mamakai kendaraan itu, asalkan ada driver yang bisa membawanya.

“Kami juga punya fasilitas kantin yang cukup besar dan modern dengan menempatkan chef yang berpengalaman. Kami persilakan guru membawa keluarganya, anak-anaknya untuk makan di sana,” ujar Tamsil.

Demikian kisah yang melatarbelakangi Tamsil Linrung mencintai dunia pendidikan dan guru-guru yang ada di dalamnya. Sang Ayah punya pengaruh kuat dalam kehidupannya. Bahkan, ketika ia tidak berhasil memenuhi cita-cita ayahnya, yaitu menjadikannya seorang guru, Tamsil tetap memegang teguh keinginan ayahnya itu meski dengan cara yang berbeda.

Walaupun ia tidak menjadi guru dan malah menjadi politisi, ia tetap teguh memegang cita-cita ayahnya dengan cara mencintai guru-guru: memuliakan, menyejahterakan, dan meningkatkan kualitas guru, terus dan terus. Memang terkesan seperti ‘menebus dosa’ kepada Sang Ayah. Tapi lebih dari itu, sesungguhnya ia telah membuat ayahnya menjadi bangga, bahkan kebanggaan Sang Ayah, mungkin lebih dari kebanggaan kepada anak-anaknya yang benar-benar menjadi guru.

Dalam pertemuan santai kedua kalinya di ICM, Tangerang Selatan, Tamsil menuturkan kekagumannya pada Sosok Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Menurutnya, Mas Mentri sosok yang menginspirasi jutaan anak muda, dan terutama para guru. Bahwa guru, bukan sekadar mengajar namun menjadi inspirasi bagi lingkungan sekitar. Guru harus menggerakkan, Guru Penggerak dalam istilah program Kemendikbud saat ini.

Ya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam beberapa kali kesempatan diskusi dan memberikan arahannya secara virtual di masa pandemi Covid-19 mengatakan Indonesia membutuhkan banyak guru penggerak agar kualitas pendidikan semakin meningkat.

"Dengan adanya krisis selama pandemi COVID-19 ini, kesenjangan antara daerah dan kota-kota dan kesenjangan sosio ekonomi malah lebih terpisah lagi ya, kesenjangan itu menjadi lebih besar dengan adanya disparitas digital seperti ini," ujar Nadiem dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/6).

Menurut dia, hal itu bukan merupakan tanggung jawab Kemendikbud, tapi seluruh pemerintah dan masyarakat dan pihak swasta harus bisa menutup kesenjangan itu dengan cara yang proaktif.

"Kita harus bahu-membahu untuk menyadari bahwa tidak semua daerah sama. Ada begitu banyak keberagaman, begitu banyak kearifan lokal, begitu banyak perbedaan budaya dan juga perbedaan sosio ekonomi yang harus kita faktorkan. Tidak bisa hanya suatu sistem atau standar yang sama," jelas dia.

Kemendikbud pun mengaplikasikannya sebagai keberagaman dalam standar pencapaian.

"Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi budaya. Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi standar pencapaian dan kurikulum juga. Dan inilah suatu paradigma baru yang akan kita majukan bersama,” ucap Mendikbud.

Sebelumnya, Kemendikbud menyelenggarakan lomba menulis surat untuk Mendikbud dengan tema "Hikmah Hari Kemenangan di Masa Pandemi, Surat untuk Mas Menteri Nadiem Makarim" yang diselenggarakan pada 11 hingga 17 Mei 2020.

Pada lomba tersebut, surat paling inspiratif kategori guru ditulis oleh Santi Kusuma Dewi dari SMP Islam Baitul Izzah, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan Maria Yosephina Morukh dari SD Kristen Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Santi melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknologi di antaranya mengajarkan coding (meski dirinya adalah guru Bahasa Inggris) serta menggunakan Google Earth untuk mengajak muridnya keliling dunia. Sedangkan Maria mengunjungi lima rumah muridnya dalam sehari untuk memberikan pembelajaran.

"Saya ada satu kata untuk mendeskripsikan guru-guru seperti ibu Santi dan ibu Maria, itu namanya guru penggerak. Anda adalah guru-guru penggerak di masing-masing daerah. Sudah kelihatan, saya tidak harus melakukan suatu asesmen untuk mengetahui itu. Ibu Maria dan Ibu Santi ini dari jawabannya, dari visinya, dari passion-nya, itu adalah guru penggerak, dan andalah yang kita butuhkan di seluruh penjuru negara kita," kata Nadiem lagi.