Mereguk Saripati Cerpen ‘Robohnya Surau Kami’
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, berdialoglah Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah.

MONDAYREVIEW.COM – Di bulan Ramadhan ini cerita pendek Robohnya Surau Kami karya A.A.Navis layak untuk ditelaah. Boleh dibilang cerpen Robohnya Surau Kami merupakan otokritik terhadap pemeluk agama.
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, berdialoglah Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah.
“…..kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain yang mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah seja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembahku saja. Tidak…..”
Bagaimana umat Islam dikritisi dalam hal ini untuk tidak sekadar beribadah dan beribadah saja. Melainkan juga untuk bekerja sebaik-baiknya di masing-masing bidang yang digeluti. Dibutuhkan keseimbangan dalam bekerja dan beribadah agar diupayakan dengan baik kedua hal tersebut. Alangkah baiknya jika seperti ungkapan bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai berikut: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.”