Meraih Investasi Melalui Penyederhanaan Birokrasi dan Diplomasi Digital

Yang lebih dirisaukan oleh negara-negara investor adalah iklim birokrasi dan politik negara kita yang tidak kondusif untuk investasi.

Meraih Investasi Melalui Penyederhanaan Birokrasi dan Diplomasi Digital
Sumber gambar: monitorday.com

MONDAYREVIEW.COM – Kerja sama ekonomi internasional merupakan salah satu tugas Presiden yang diberikan kepada duta besar- duta besar di luar negeri. Hal ini disampaikan oleh Tantowi Yahya Dubes Indonesia untuk New Zealand dalam diskusi Kopi Pahit yang diselenggarakan oleh Monday Media Group. Menanggapi pernyataan Tontowi Yahya tersebut, Faris Al Fadhat pengamat hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengatakan bahwa memang wajar jika Presiden Jokowi memberikan misi pembangunan ekonomi kepada para dubesnya. Hal ini karena kerja sama ekonomi dapat memberikan manfaat berupa pertumbuhan ekonomi dan meminimalisir ketimpangan ekonomi.

Namun menurut Faris, yang menjadi kendala investasi di negara kita bukanlah factor keamanan seperti separatisme dan terorisme. Yang lebih dirisaukan oleh negara-negara investor adalah iklim birokrasi dan politik negara kita yang tidak kondusif untuk investasi. Misalnya adanya sentiment populisme yang mengarah kepada proteksionisme, maksudnya adalah sikap rakyat anti asing dan menolak investasi asing. Selain itu birokrasi kita pun masih korup dan politik kita diwarnai oleh politik identitas. Hal ini menyebabkan negara-negara seperti Australia dan New Zealand lebih banyak jumlah perdagangannya dengan Malaysia dan Singapura, padahal secara geografis lebih dekat dengan Indonesia.

Pernyataan bahwa di Indonesia agak sulit melakukan investasi tercermin dalam data Indeks Kemudahan Berbisnis yang berada dalam posisi ke-73 dari 115 negara. Meskipun dari segi peringkat tidak mengalami perubahan, Indonesia mencatatkan kenaikan skor pada indeks dari 67,96 pada tahun lalu menjadi 69,6. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menyoroti sejumlah faktor yang mendukung kemudahan bisnis di Indonesia seperti proses untuk memulai bisnis, urusan perpajakan, hingga kegiatan perdagangan lintas batas. Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah berencana segera mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Diharapkan adanya UU Cipta Kerja membuat indeks kemudahan berbisnis Indonesia naik peringkatnya.

PRESIDEN Joko Widodo meminta para menteri terkait menggenjot Indeks Kemudahan Berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB) Index. Jokowi meminta agar EODB berada di posisi 40 besar. Hal ini perlu kerja keras dari berbagai pihak dan agak sulit untuk diraih dalam waktu cepat. Hal ini bisa diraih jika permasalahan terkait hambatan investasi diuraikan satu per satu terlebih dahulu. Yang amat penting adalah komitmen dan ketegasan pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi. Pemerintah juga harus konsisten mengawal kebijakan terkait dengan kemudahan investasi.

Pemerintah Indonesia melalui duta besarnya harus mampu menempuh jalan diplomasi demi mewujudkan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan. Diplomasi hari ini tak hanya berbentuk konvensional namun juga digital. Pandemi covid-19 memungkinkan diplomasi dilakukan tidak lagi secara analog, melainkan digital. Tantowi Yahya menyampaikan bahwa pemerintah kita sedang mencoba bergeser dari analog ke digital dalam demokrasi. Meskipun begitu tetap ada konteks dimana diplomasi konvensional tidak dapat ditinggalkan.