Menjadi Super Power dalam Industri Berbasis Herbal
Kondisi pandemi ternyata juga membuka peluang bagi beberapa sektor industri terutama farmasi lokal untuk bangkit.

MONDAYREVIEW.COM – Kondisi pandemi memberi tantangan cukup berarti bagi kalangan industri, semua sektor ekonomi mendapat dampak dari serangan virus kurang ajar Covid-19. Semua nyaris lumpuh, memaksa semua negara mengubah angka keramatnya.
Meski begitu, kondisi pandemi ternyata juga membuka peluang bagi beberapa sektor industri terutama farmasi lokal untuk bangkit. Karena permintaan obat berbasis herbal tiba-tiba saja menigkat, seperti jahe merah, akar wangi, atau empon-empon seperti yang biasa dikonsumsi Presiden Jokowi.
Melihat kondisi seperti itu, Forum diskusi Kopi Pahit sebagai bentuk dukungan Monday Media group (MMG) terhadap kebijakan Pemerintah untuk tetap di rumah dan adaptasi kebiasan baru, kembali digelar. Bertajuk Peluang Industri Farmasi Berbasis Herbal Hadapi New Normal, acara ini digelar seara virtual, Sabtu (6/6/2020) pagi.
Para pelaku industri, akademisi, ekonom senior dan UMKM dihadirkan sebagai narasumber. Ada Hendri Saparaini (Ekonomi Senior CORE), H.M. Muchlas Rowi (Komisaris Independen PT Jamkrindo), Ani Nigerwati (Koordinator Fungsi Ekonomi KBRI Seoul), Egi Situmorang (Dr. Utama PT Mustika Ratu), Honesty basyir (Dirut PT Bio Farma), Moh. Nasih (Rektor Unair), dan Kusuma Anjani (Direktur Business Develeopment & Innovation PT Mustika Ratu).
Secara bergantian, Presiden Kopi Pahit Natsir Amir meminta mereka mengungkap fakta-fakta kepahitan sekaligus juga menyumbang saran, gagasan, dan tentu saja pengalaman untuk memajukan industri farmasi berbasis herbal.
Ketika membuka diskusi Kopi Pahit, Pemimpin Umum MMG sekaligus Komisaris Independen PT Jamkrindo, HM. Muchlas Rowi mengungkap fakta pahit bahwa industri farmasi berbasis herbal kurang mendapat perhatian, meskipun tengah naik daun.
Muchlas tentu tak sendiri, bahkan Presiden Jokowi sendiri pun mengungkapkan hal yang sama. Karena faktanya impor bahan baku obat dan alat kesehatan untuk industri farmasi berbasis herbal masih sangat tinggi.
“Selain fakta manis soal larisnya produk-produk farmasi berbasis herbal, kita juga mendapati fakta pahit bahwa sebagian besar bahan baku dan alat keseharan diimpor dari India dan China,” ungkapnya.
Presiden Jokowi yang menyoroti masalah ini, menyebut hampir 95 persen bahan baku dan alat kesehatan berasal dari impor. Artinya hanya 5 persen bakan baku yang diserap dari dalam negeri sendiri.
Fakta lain juga menguak bahwa salah satu rahasia kenapa orang-orang Korea Selatan memiliki imunitas yang relatif kuat adalah karena mereka sangat rajin mengonsumsi ginseng dan tanaman herbal lainnya.
“Saya pernah bertanya kepada Dubes Kores Selatan tentang rahasia kekuatan imunitas orang Korea, jawabanya karena mereka rajin mengkonsumsi ginseng dan tanaman herbal lain. Ini sebetulnya sama seperti yang diteliti Prof. Nidhom dari Unair,” ungkap Muchlas.
Fakta ini sebetulnya juga pernah diungkap Prof. Dr. drh Chairul Anwar Nidom dari Universitas Airlangga (Unair), bahwa ramuan empon-empon yang ditelitinya memiliki khasiat untuk mencegah penularan Covid-19.
Ramuan empon-empon yang juga viral karena sering dikonsumsi Presiden Jokowi ini terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, sereh, dan bahan lainnya.
Ya, bentang alam Indonesia mengikuti Garis Wallacea, Garis Weber dan garis Lydekker. Adanya perbedaan inilah yang membuat keanekaragaman hayati di Indonesia menjadi sangat tinggi. Karena itu, tak heran jika Indonesia disebut negara megabiodiversitas. Artinya kalau bicara peluang industri farmasi berbasis herbal, Indonesia mestinya paling super power.