Geger Penghapusan Mata Pelajaran Agama

Rumor penghapusan mata pelajaran agama bukan pertama kalinya mencuat. Pada tahun 2019 sempat muncul isu serupa menimpa Presiden Joko Widodo dan Mendikbud Muhadjir Effendy.

Geger Penghapusan Mata Pelajaran Agama
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Isu penghapusan mata pelajaran agama dari kurikulum Indonesia kembali mencuat akhir-akhir ini. Beredar kabar bahwa mata pelajaran agama akan digabung dengan Pendidikan dan Kewarganegaraan untuk tingkat SD. Penggabungan ini merupakan bagian dari penyederhanaan kurikulum 2013 yang dibahas dalam FGD oleh tim kurikulum Kemdikbud RI.

Wacana ini menimbulkan penolakan dari berbagai pihak. Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia menolak rencana tersebut. Mereka meminta penjelasan dari mendikbud mengenai rencana penggabungan ini. Dua ormas Islam terbesar di Indonesia sepakat menolak rencana tersebut.

Menurut Anwar Abbas dari PP. Muhammadiyah, penggabungan pelajaran agama dengan PKn merupakan upaya sekularisasi. Sementara menurut Arifin Junaidi dari PBNU, mapel agama sekarang sebenarnya masih kurang. Jika dilebur maka pelajaran agama akan hilang.

Menurut pakar pendidikan Indra Charismiadji, penggabungan mapel agama dan PKn perlu dikaji dahulu, apakah agama dan PKn memang sama atau beda. Pemerintah juga seharusnya membuat cetak biru terlebih dahulu arah pendidikan Indonesia. Dia mengatakan bahwa kebiasaan ganti menteri ganti kurikulum sebaiknya dihentikan walau menteri sekarang berasal dari kalangan milenial.

Merespon rumor yang beredar, Mendikbud Nadiem Makarim angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa sama sekali tidak ada rencana dan keputusan pemerintah untuk menggabungkan pelajaran agama dan PKn. Sementara itu menurut Totok Suprayitno Kepala Balitbang dan Perbukuan Kemdikbud, rumor tersebut berasal dari bahan diskusi awal tim kerja kurikulum Kemdikbud. Hingga kini diskusi masih terus berlangsung dan perkembangan terakhir, dalam draft yang diterima Totok antara pelajaran agama dan PKn tidak digabung.

Kemdikbud sedang menyusun kurikulum khusus Covid-19, dimana di dalamnya terdapat rencana penyederhanaan kurikulum. Hal ini guna memudahkan guru dalam mengajar peserta didik melalui metode pembelajaran jarak jauh. Menurut Iwan Syahri, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI, yang lebih penting adalah guru dapat menyesuaikan kemampuan anak dalam penyampaian materi, dan tidak perlu terlalu bergantung kepada kurikulum darurat.

Rumor penghapusan mata pelajaran agama bukan pertama kalinya mencuat. Pada tahun 2019 sempat muncul isu serupa menimpa Presiden Joko Widodo dan Mendikbud Muhadjir Effendy. Kemkominfo segera mengklarifikasi disinformasi tersebut di situs resminya. Yang sebenarnya terjadi adalah Mendikbud Muhadjir Effendy mengajukan wacana full day school pada tahun 2017. Dalam sistem full day, sekolah bisa terintegrasi dengan madrasah diniyah. Jika sudah terintegrasi, maka pelajaran agama yang ada di sekolah bisa dikuatkan dengan yang ada di madrasah diniyah. Tidak ada yang dihapuskan.

Kita tahu wacana full day school tidak jadi diterapkan, maka wacana penghapusan mapel agama pun tidak dilanjutkan. Namun oknum yang tidak bertanggung membagikan kembali berita tahun 2017 pada tahun 2019 dan membumbuinya dengan agitas provokatif. Hal ini menyebabkan tuduhan penghapusan pelajaran agama menimpa Muhadjir Effendy.

Indonesia bukan negara yang didasarkan pada hukum agama tertentu, namun Indonesia juga bukan negara sekuler dimana agama disingkirkan jauh-jauh. Indonesia adalah negara pancasila dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka dari itu agama sudah menjadi bagian dari identitas bangsa yang tak bisa dipisahkan dari para pemeluknya. Oleh karena itu pelajaran agama tidak boleh dan tidak mungkin dihapuskan dari pendidikan di Indonesia. Jika ada yang coba-coba mengotak-atiknya, maka akan mendapatkan reaksi yang kencang dari masyarakat. Walaupun begitu, kita tidak boleh begitu saja percaya mengenai rumor penghapusan pelajaran agama sebelum ada data yang valid mengenainya.