Menteri Pertanian Amran Sulaiman Optimis Wujudkan Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani
MONDAYREVIEW.COM, Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik seperti Nawacita ketujuh yang dicanangkan Jokowi-JK menitikberatkan pada upaya mewujudkan kedaulatan pangan dan kejahterahkan petani.

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik seperti Nawacita ketujuh yang dicanangkan Jokowi-JK menitikberatkan pada upaya mewujudkan kedaulatan pangan dan kejahterahkan petani.
Menindaklanjuti hal ini, Kementerian Pertanian (Kementan) menuangkan dalam bentuk kebijakan strategis, salah satunya program hulu-hilir. Kebijakan itu untuk meningkatkan produksi komoditas strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan menekan biaya produksi per satuan, luas komoditas strategis tersebut serta melakukan pengendalian harga.
Untuk mencapai sasaran itu, kata Mentan, pihaknya langsung tancap gas dengan melaksanakan Program Upaya Khusus (Upsus) peningkatan produksi. Target Swasembada pangan difokuskan pada padi, jagung, kedelai, gula, bawang merah, Daging, cabai, kakao, karet, kopi, dan kelapa sawit.
"Tentunya untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan," kata Amran Sulaiman di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Amran mengaku upaya peningkatan produksi dan pengendalian harga dihadapkan pada berbagai faktor penghambat, di antaranya anomali perubahan iklim, jaringan irigasi rusak, kepemilikan lahan petani yang sempit, dan teknologi pertanian yang belum siap dimanfaatkan, serta adanya intervensi kepentingan pihak-pihak tertentu di hilir.
"Tapi, kami optimistis dapat mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Karena itulah, saya mengeluarkan kebijakan yang mampu mengubah wajah pertanian yang kusut ke pertanian yang maju dan modern, serta jaminan Kesejahteraan petani," jelas Mentan.
Memang, lanjut Mentan, kebijakan itu sering dianggap kontroversial, namun kebijakan yang diterapkan saat ini merupakan sebuah radikalisasi paradigma dalam meletakkan posisi penting sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Karena itu pula, Kementan juga menegakkan perlawanan atas praktik kartel pangan yang terbukti memiskinkan petani, sekaligus merugikan konsumen.
Menurutnya, Kementan telah mengubah regulasi dari tender menjadi penunjukan langsung (PL), perbaikan infrastruktur irigasi pada 3 juta hektare (ha) sawah dan pemberian bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) 180 ribu unit, peningkatan penanganan on farm dan pascapanen, perbaikan tata niaga dengan memotong rantai pasok yang terlalu panjang.
"Kami juga melakukan peningkatan investasi dan hilirisasi, serta mengendalikan impor dan mendorong ekspor pangan," ungkapnya.
Kebijakan hulu-hilir tersebut, kata Mentan, akhirnya sukses meningkatkan produksi pangan. Selain peningkatan produksi padi pada 2015 yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir, ekspor pangan juga meningkat. Ekspor padi, jagung, kedelai, bawang merah, dan cabai pada 2015 mencapai 290.035 ton, sedangkan pada 2014 hanya sebesar 115.617 ton.
"Artinya, sangat jelas terlihat upaya pemerintah untuk mewujudkan Kedaulatan pangan mempunyai perkembangan yang signifikan," jelas Mentan.
Di sisi petani, Kementan bersama lembaga terkait fokus menekan biaya produksi dan pengendalian harga produksi. Untuk menekan biaya produksi, berbagai kebijakan telah diluncurkan, seperti pengadaan infrastruktur, Alsintan, serta subsidi benih dan pupuk.
Lalu, bersama Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah ditetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) dan harga referensi (floorprice dan ceiling price) melalui Permendag No 63 Tahun 2016 yang diimplementasikan melalui operasi pasar (OP) di Toko Tani Indonesia (TTI), Rumah Pangan Kita (RPK), dan intervensi di pasar becek.
Kedua kebijakan itu berhasil mendongkrak kesejahteraan petani. Terbukti, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) pada 2015 meningkat dibandingkan 2014. NTUP 2015 mencapai 107,45, sedangkan 2014 hanya 106,05 dan pada September 2016 terpantau naik mencapai 109,76.
"NTUP mengindikasikan kemampuan petani untuk membeli input produksi dan tingkat Kesejahteraan petani," kata Amran.
Kementan juga meluncurkan program asuransi pertanian yang akan menjamin Kesejahteraan petani manakala terjadi gagal panen akibat bencana. Pemerintah mensubsidi premi yang harus dibayar petani sebesar Rp 144 ribu per ha per musim tanam (MT) sehingga petani hanya membayar Rp 36 ribu per ha per MT. Sedangkan nilai klaim yang diterima petani sebesar Rp 6 juta per ha per MT.
Keberhasilan program pertanian saat ini, lanjut Mentan, telah mampu meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia dibanding negara lain. Dalam data The Economist Intelligence Unit yang menunjukkan indeks Ketahanan Pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) tahun 2016, posisi Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara. Pencapaian tersebut mengindikasikan perhatian besar yang diberikan pemerintah di sektor pertanian, termasuk pemberdayaan petani.
"Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks keseluruhan (2.7)," pungkas Amran.
AHMAD JAMALUDIN