Mengenal Prof. Hilman Latief, Dari Akademisi Menjadi Dirjen Haji

Mengenal Prof. Hilman Latief, Dari Akademisi Menjadi Dirjen Haji
Sumber gambar: istimewa

MONITORDAY.COM - Nama Hilman Latief sudah saya dengar sejak masih mondok di Ma’had Darul Arqam Garut. Salah seorang guru saya adik kelas beliau saat masih menjadi santri di sana. Guru saya menceritakan kehebatan sosok Hilman Latief. Dimana saat masih mesantren, beliau tidak terlalu menonjol. Masih ada teman seangkatannya yang lebih terlihat pintar atau aktif organisasi. Namun selepas kuliah, Hilman Latief berhasil dalam karir akademiknya.

Saat media sosial facebook mulai merebak, saya lebih mengenal Hilman Latief melalui akun facebooknya. Saya kagum dengan sebuah foto yang dibagikan oleh beliau. Dimana beliau berdiri di tengah dua mahasiswa lain di kanan dan kirinya. Di depannya ada Senat Akademik yang menjadi saksi kelulusannya. Beliau mendapatkan gelar Ph.D hasil studi lanjut di Negara Belanda. Sebagai junior satu almamater, tentu saya turut bangga melihat foto tersebut. Melalui media sosial saya jadi mengenal beragam karya tulis beliau dalam bidang filantropi juga sebuah buku mengenai Muhammadiyah yang diberi judul Post Puritanisme.

Hilman Latief merupakan “anak PERSIS” yang diwakafkan untuk Muhammadiyah. Hal ini bisa dilihat dalam tulisannya di buku Becoming Muhammadiyah. Hilman menceritakan bahwa ayahnya adalah mantan Ketua Umum Persatuan Islam, yakni Prof. Maman Abdurrahman. Walaupun begitu, ayahnya menyekolahkan Hilman ke Pondok Pesantren Muhammadiyah. Darul Arqam, Hilman mengalami persimpangan jalan antara kembali ke PERSIS atau melanjutkan di Muhammadiyah. Hilman pun memilih untuk kuliah di Yogyakarta dan aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah sampai tingkat Pimpinan Pusat.

Hilman Latief berhasil dalam karir akademiknya. Beliau menempuhnya dengan tekun. Dimulai dari jenjang S1 di UIN Sunan Kalijaga, lalu S2 sebanyak 2 kali di CRCS UGM dan Michigan University Amerika Serikat. Beliau berhasil meraih gelar Ph.D di Universiteit Utrecth Belanda dan program post doctoral di KITVL Leiden Belanda. Beliau berhasil meraih gelar Professor dalam usia yang cukup muda dengan orasi ilmiah berjudul “Etika dan Semangat Filantropisme, Membaca Filantropi Sebagai Kritik Terhadap Pembangunan.”

Karir Hilman Latief tak hanya berhenti dalam bidang akademik. Hilman dipanggil mengabdi oleh PP. Muhammadiyah untuk menjadi Ketua Badan Pengurus Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU). Kebetulan sejak tahun 2015-2021 saya diamanahi juga sebagai Sekretaris Badan Pengurus LAZISMU PWM Jawa Barat. Dalam beberapa forum LAZISMU, saya berkesempatan langsung bertemu beliau. Terlihat beliau mempunyai skill leadership yang mumpuni untuk memimpin lembaga sebesar LAZISMU.

Selama masa kepemimpinan beliau di LAZISMU, banyak pembenahan dan penguatan kelembagaan yang dilakukan. Perolehan ZIS pun semakin meningkat tiap tahunnya. Bukan mudah mengkoordinir LAZISMU Se-Indonesia dari tingkat provinsi, kota/kabupaten sampai dengan kantor layanan. Namun hal tersebut dilakukannya dengan baik. LAZISMU tumbuh menjadi lembaga yang tak hanya sesuai syariah, namun juga professional dalam pengelolaannya.

Ada satu hal lagi yang menjadi aktifitas beliau selain akademisi dan manajer, yakni birokrat. Hilman Latief diamanahi sebagai Wakil Rektor IV Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan AIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai birokrat kampus, Hilman berhasil mengumpulkan kembali alumni-alumni UMY yang sudah berhasil berkiprah di berbagai bidang melalui event Alumni Award. Beliau menjadi salah satu individu yang berperan membangun UMY menjadi Universitas Swasta dengan akreditasi A.

Baru-baru ini saya mendengar kabar bahwa Hilman Latief terpilih menjadi Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama RI. Beliau menjadi satu-satunya calon dari non Aparatur Sipil Negara. Sementara kompetitornya adalah ASN-ASN Kemenag. Dengan track record keberhasilannya dalam karir akademik, memimpin lembaga filantropi dan memimpin perguruan tinggi, Hilman Latief sudah sangat pas menempati jabatan Dirjen Umrah dan Haji Kemenag RI. Jabatan tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Hilman untuk bisa berkontribusi bagi lebih banyak orang.

Dengan background keilmuan dan segudang pengalaman, saya yakin Hilman Latief akan cepat belajar dalam memimpin lembaga barunya. Tentu ada segudang permasalahan yang menanti untuk diselesaikan. Perlu ada gebrakan-gebrakan yang digulirkan ke depan guna mengurai satu per satu masalah seputar haji dan umrah di Indonesia.

Misalnya seputar antrian haji yang semakin panjang setiap tahunnya. Atau mengenai travel umrah yang ternyata menipu jamaah. Dengan antrian yang semakin panjang, pemerintah seharusnya bisa mensosialisasikan dan menguatkan kembali larangan haji dua kali. Jika ingin ke Mekkah berkali-kali, maka bisa dengan cara umrah. Soal travel umrah yang ternyata tidak amanah pun perlu diatur dalam regulasi yang ketat oleh pemerintah. Jangan sampai semakin banyak lagi korban penipuan oleh travel umrah abal-abal.

Akhir kata, Selamat Bertugas Prof. Hilman, semoga bisa membawa perubahan yang lebih baik dalam dunia haji dan umrah di Indonesia.