Alokasi Dana Cukai vs Kepentingan Petani Multikultur

Pembatasan produk tembakau mengandung konsekuensi menurunnya penghasilan petani. Pemangku kepentingan harus berusaha keras mencari komoditas pengganti. Di Temanggung dan Magelang potensi berbagai komoditas pertanian menjadi pilihan.

Alokasi Dana Cukai vs Kepentingan Petani Multikultur
petani temanggung/ situs temanggung

MONDAYREVIEW.COM – Pembatasan produk tembakau mengandung konsekuensi menurunnya penghasilan petani. Pemangku kepentingan harus berusaha keras mencari komoditas pengganti. Di Temanggung dan Magelang potensi berbagai komoditas pertanian menjadi pilihan.

Apalagi tren merokok bergeser ke rokok mild. Tren produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) bernikotin rendah (mild) meningkat pesat dalam 15 tahun terakhir. Kebutuhan industri kretek akan bahan baku tembakau jenis ini semakin tidak bisa dicukupi dari produksi petani tembakau di Indonesia yang stagnan.

Tembakau yang dihasilkan di Indonesia tentu tidak kompatibel untuk menghasilkan kretek jenis mild yang membutuhkan bahan baku tembakau Virginia FC dengan karakter light yang dipakai oleh rokok putih.

Alhasil petani terperosok dalam himpitan kampanye anti rokok dan impor bahan baku tembakau virginia. Meskipun memerlukan waktu sekitar 10 tahun agar pertanian tembakau Virginia di Lombok dapat berkembang, namun hal ini membuktikan bahwa upaya untuk menanggulangi persoalan ini bisa dilakukan. Tembakau Virginia dari lombok tidak hanya dijual untuk memenuhi kebutuhan lokal, tapi telah berhasil menembus pasar ekspor dunia.

Salah satu upaya mengendalikan produk tembakau adalah pembebanan cukai. Kemana dan untuk apa bagi hasil cukai itu? DIbutuhkan ketepatan dan transparansi dalam alokasinya.

Cukai dan Harga Komoditas Petani Multikultur

Salah satu upaya mengatasi masalah petani temabakau adalah penerapan pertanian multikultur. Yang paling dikenal khalayak adalah cara tumpangsari. Masih menanam tembakau namun diselingi dengan komoditas lainnya. Sehingga petani tembakau memiliki pendapatan dari komoditas lainnya.

Ketua Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) Istanto berharap dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) juga digunakan untuk membeli hasil panen petani saat harga jatuh. FPMI berharap agar bantuan tidak hanya berbentuk alsintan dan saprodi, tetapi akan lebih bermanfaat apabila dana tersebut digunakan untuk membeli hasil panen petani saat harga jatuh.

Ketika harga sayur-mayur hasil pertanian murah seperti kemarin pemerintah bisa membeli dengan menggunakan dana cukai tembakau tersebut dengan subsidi sehingga petani bisa untung.

Harga cabai sempat merosot hingga Rp5.000 per kilogram, kemudian tomat Rp300 per kilogram, dan kubis hanya Rp400 per kilogram, petani sangat terpukul apalagi kondisinya seperti saat ini, perekonomian menjadi turun.

Dari Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang juga mengadakan "Jumat Berkah" dengan membeli sayur petani. Hal tersebut sedikit berdampak dengan naiknya harga sayur di lapangan dan sekarang sudah pulih kembali.

Dana cukai seharusnya dialokasikan untuk membeli barang-barang hasil pertanian ketika harga menjadi murah itu akan lebih bermanfaat terhadap petani sehingga kehidupan petani bisa sejahtera.

Anggota Forum Petani Multikultur Indonesia tersebar di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Provinsi Jateng, Jatim, dan Nusa Tenggara Barat. Kegiatan FPMI adalah mengembangkan inisiatif atau inovasi pengelolaan budidaya pertanian secara umum dengan berbagai program dan pola yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing yang dititikberatkan pada pemberdayaan sumberdaya alam serta sumber daya manusia lokal yang awalnya adalah sebagai petani tembakau.

Hal itu sudah dilakukan oleh anggota FPMI adalah petani Posong, Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung. Pada awalnya mereka menanami semua areal dengan tembakau. Inovasi dilakukan untuk meningkatkan penghasilan dengan menanami kopi, loncang, tomat, dan bawang merah. Mereka menerapkan konservasi lahan berbasis penganekaragaman tanaman dengan cara tumpangsari.