Mengakhiri Tra Tawuran di Kalangan Pelajar

Tawuran menjadi salah satu kenakalan remaja yang masih terjadi sampai sekarang. Aksi kenakalan ini tak jarang menimbulkan korban jiwa dari kalangan pelajar.

Mengakhiri Tra Tawuran di Kalangan Pelajar
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Tawuran menjadi salah satu kenakalan remaja yang masih terjadi sampai sekarang. Aksi kenakalan ini tak jarang menimbulkan korban jiwa dari kalangan pelajar. Sangat miris dimana calon penerus generasi bangsa di masa depan harus berakhir tragis menjadi korban kekerasan dari sesamanya. Di Yogyakarta muncul sebuah fenomena yang bernama klithih, dimana pelajar menjadi pelaku kekerasan terhadap masyarakat. Klitih merupakan aksi kriminalitas yang dilakukan remaja. Pada awalnya aksi klitih dimulai dari geng-geng yang dibuat oleh para pelajar.

Di DKI Jakarta terdapat salah satu sekolah yang dikenal dengan kasus tawuran siswanya, sebut saja sekolah A. Sekolah ini dikenal dengan nama jalan tempat domisilinya dibanding dengan nama sekolahnya. Dilansir dari investigasi yang dilakukan vice.com, ada banyak hal yang melatarbelakangi tradisi tawuran di sekolah itu. Salah satunya adalah faktor solidaritas di masa remaja. Sekolah A sudah terlanjur distigma sebagai sekolah yang gemar tawuran. Maka banyak siswa SMP yang ingin masuk Boedoet untuk meneruskan tradisi itu.

Untuk menjadi bagian dari geng Sekolah A, seorang siswa harus menjalani semacam penggojlokan terlebih dahulu. Salah satu caranya adalah dengan diterjunkan langsung ke arena tawuran. Hal yang menyebabkan tawuran biasanya sepele, yakni ada salah satu anggota komunitasnya yang disakiti oleh geng lain. Hal ini memicu semacam balas dendam kepada geng dari sekolah lain. Namun tidak hanya musuh, Sekolah A juga mempunyai semacam sekutu yang akan membantu mereka apabila diserang sekolah lain.

Ada dua kebiasaan yang dilakukan oleh para pelaku tawuran untuk memperkuat solidaritasnya, pertama adalah nyekar, mereka berziarah kepada kawan mereka yang meninggal dalam tawuran. Kedua adalah jamuan, mereka saling mengunjungi basis massa dengan dijamu oleh tuan rumah. Adapun basis massa para pelajar Sekolah A tak hanya di sekolah saja, namun juga di daerah-daerah sekitar tempat tinggal pelajar. Dua kebiasaan tersebut dapat meningkatkan solidaritas internal geng Sekolah A.

Tentu saja pihak sekolah dan pemerintah provinsi telah bekerja keras guna mengatasi salah satu permasalahan di masyarakat tersebut. Alumni dari Sekolah A pun sudah kembali dikumpulkan oleh sekolah dan melakukan deklarasi anti tawuran. Namun memang sulit untuk bisa menghapus tradisi yang sudah mengakar di sekolah tersebut. Hal ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak guna mencoba meminimalisir adanya tawuran.

Ada dua upaya yang bisa dilakukan guna mencegah terjadinya tawuran, pertama adalah upaya preventif melalui edukasi dan konseling bagi para remaja. Kedua adalah upaya kuratif dengan penindakan terhadap remaja yang terlibat dan memberikan sanksi yang tegas seperti mengeluarkan remaja dari sekolah. Diperlukan juga upaya yang bersifat structural dan lintas sektor, misalnya pembangunan tempat-tempat berkumpul remaja dimana mereka dapat menyalurkan kelebihan energinya secara positif. Misalnya taman skateboard, sepatu roda atau sepeda.