KAMI Antara Gerakan Politik dan Gerakan Moral

Kehidupan berbangsa dan bernegara tengah diuji. Bahtera besar yang membawa nasib ratusan juta rakyat Indonesia menghadapi gelombang pasang. Di tengah pandemi muncul gerakan yang memperkenalkan dirinya sebagai Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Deklarasi gerakan ini dilakukan pada 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta. Sebelumnya sejumlah Tokoh telah memberikan sinyal akan hadirnya gerakan ini. Hingga akhirnya momentum sehari setelah peringatan HUT RI ke 75 menjadi puncak perhelatan gerakan ini. Deklarator KAMI itu antara lain Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Amien Rais, Said Didu, Rochmad Wahab, Meutia Farida Hatta, MS Kaban, Achmad Yani, Rocky Gerung, Lieus Sungkharisma. Disamping itu juga ada Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy, Jumhur Hidayat, Abdullah Hehamahua.

KAMI Antara Gerakan Politik dan Gerakan Moral
Deklarasi KAMI/ twitter

MONDAYREVIEW.COM – Kehidupan berbangsa dan bernegara tengah diuji. Bahtera besar yang membawa nasib ratusan juta rakyat Indonesia menghadapi gelombang pasang. Di tengah pandemi muncul gerakan yang memperkenalkan dirinya sebagai Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Deklarasi gerakan ini dilakukan pada 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta.

Sebelumnya sejumlah Tokoh telah memberikan sinyal akan hadirnya gerakan ini. Hingga akhirnya momentum sehari setelah peringatan HUT RI ke 75 menjadi puncak perhelatan gerakan ini. Deklarator KAMI itu antara lain Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Amien Rais, Said Didu, Rochmad Wahab, Meutia Farida Hatta, MS Kaban, Achmad Yani, Rocky Gerung, Lieus Sungkharisma. Disamping itu juga ada Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy, Jumhur Hidayat, Abdullah Hehamahua.

Meski tak terlalu mengagetkan kehadirannya memunculkan beragam pendapat. Perbicangan dan polemik hangat marak di sejumlah media massa dan media sosial. Adu pandangan dan argumen tentu menjadi bagian mendewasakan kehidupan demokrasi. Publik pun memerlukan pandangan yang obyektif dan berimbang dalam mensikapi kehadiran gerakan ini.

Untuk itulah Mondayreview mengupas sejumlah isu penting terkait Deklarasi KAMI. Selengkapnya dirangkum dalam beberapa butir berikut ini.

#1. Gerakan politik atau gerakan moral

Latar belakang, jatidiri dan pernyataan yang disampaikan oleh gerakan ini tak lepas dari persoalan kebangsaan yang tentu saja kental dengan nuansa politik. Dalam koridor hak politik warga negara untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi apa yang dilakukan gerakan ini tentu sah dan dilindungi konstitusi.

Para Deklarator mengklaim gerakan ini adalah gerakan moral. Ichsanuddin Noorsy sebagai salah satu deklarator menegaskan bahwa mereka memiliki konsep yang jelas termasuk dalam hal pemulihan ekonomi nasional. Konsep tersebut pernah disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri Keuangan namun tidak direspon sama sekali.  

Dalam perbicangan KompasTV (18/8/2020) Adian Napitupulu mengkritik dua hal krusial terkait KAMI. Yakni jatidirinya yang membelenggu kebebasan eksponen yang ada di dalamnya untuk menyuarakan pendapat dan strukturnya yang rumit. Sebagaimana diketahui struktur KAMI ada Dewan Deklarator dan Presidium. Masing-masing anggota presidium semestinya merupakan representasi dari latar belakang tertentu.

Dalam kesempatan yang sama Refly Harun menyatakan bahwa gerakan ini adalah gerakan moral tanpa tendensi kekuasaan. Refly berjanji bahwa dirinya tak akan melibatkan diri manakala gerakan ini masuk ke wilayah politik praktis atau menjelma menjadi partai politik.  

#2. Akankah KAMI menjadi embrio partai politik

Struktur dan aturan dalam KAMI sebagaimana yang diungkap di atas mengindikasikan ada hubungan patron dan klien. Hal itu menjadi argumen sebagian kalangan bahwa gerakan ini akan menjelma menjadi partai politik.  

Ahmad Yani sebagai salah satu deklarator menegaskan bahwa KAMI tidak dalam konteks politik praktis. Politik praktis itu politik untuk merebut kekuasaan. KAMI ingin menyampaikan bahwa kondisi ini tidak bisa berlama-lama.

Politisi yang belum lama ini menggagas lahirnya parpol Islam baru untuk meneruskan sejarah Masyumi ini  juga menegaskan kalau sampai 2024 tidak ada usaha untuk menyelamatkan, baik dari KAMI maupun dari Pemerintah, pemangku amanah, atau kelompok masyarakat seperti KAMI ini tidak menyelamatkan, dikhawatirkan sekali bahwa perahu Indonesia akan tenggelam sebelum 2024.

#3. Barisan Para Mantan dan Barisan Sakit Hati

Tudingan yang paling banyak dialamatkan pada gerakan ini digerakkan oleh para mantan yang tersingkir dalam pertarungan politik. Sebagaimana diketahui Gatot Nurmantyo merupakan salah satu nama yang digadang-gadang akan maju menjadi salah satu calon wakil presiden pada Pemilu 2019 lalu. Mantan Panglima TNI ini ditengarai masih memiliki ambisi, dukungan politik, jaringan dan kans untuk maju sebagai pemimpin nasional.

Sementara itu Refly Harun, Said Didu, dan Ichsanuddin Noorsy pernah menduduki posisi strategis baik dalam Kementerian maupun sebagai Komisaris BUMN. Ketiga nama ini dinilai memiliki konsep yang layak didengar terkait penegakan hukum, tata negara, penataan BUMN, dan kemandirian ekonomi.

Meski demikian tak apat dipungkiri bahwa pilihan politik membuat mereka tersingkir dari jabatan-jabatan strategis yang pernah mereka pegang.  Sehingga muncullah tudingan bahwa gerakan ini beraroma trauma kekalahan dan sakit hati.  

#4. Bayang-bayang Orde Baru dan Militer

Titiek Soeharto yang tengah berjuang menyelamatkan Partai Berkarya dari manuver Muchdi PR juga terlihat hadir dalam Deklarasi KAMI. Jagat twitter diramaikan dengan cuitan yang bernuansa tudingan bahwa gerakan KAMI adalah bagian dari oligarki kekuatan Orde Baru termasuk di dalamnya Keluarga Cendana.  

Latar belakang Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI yang menjabat pada 2015-2017 ini juga menjadi sisi yang dikritik para lawan politik. Kecemasan bahwa di belakangnya ada gerbong faksi militer yang loyal kepadanya menjadi alasan.  

Dugaan itu tentu ditepis oleh kalangan pendukung KAMI. Sebagai gerakan moral kekuatan masyarakat sipil atau masyarakat madani dukungan dapat saja berasal dari beragam kalangan. KAMI mengklaim gerakan ini dimotori oleh tokoh-tokoh yang memiliki kredibilitas tinggi dan konsep yang jelas.

#5. Gerakan ekstra parlementer dan kepercayaan publik terhadap parlemen

Tak dapat dipungkiri bahwa kepercayaan publik pada parlemen sangat rendah. Ketika koalisi Pemerintah sangat gemuk dan mengakomodasi hampir semua kekuatan politik yang ada maka kontrol terhadap kekuasaan dirasa lemah. DPR dianggap hanya menjadi tukang stempel kebijakan Pemerintah.

Dalam kondisi seperti ini diduga melatarbelakangi munculnya gerakan ekstraparlementer yang akan mengartikulasikan suara rakyat. Anggota DPR sangat lemah bahkan ketika menghadapi pimpinan partainya sendiri. Ada Undang-undang yang memungkinkan elit parpol untuk merecall anggota DPR yang berasal dari partainya apabila tidak sejalan dengan garis partai.   

Salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Chusnul Mariyah saat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, Selasa malam, 18 Agustus 2020 mengatakan, lembaga legislatif seperti DPR seharusnya menjadi pengawas dalam bidang anggaran terhadap pemerintah atau eksekutif. Tapi, saat ini terlihat eksekutif dan DPR terjadi kongkalikong.

Menuurutnya anggota legislatif tidak tidak lagi memegang mandat dari rakyat dalam hal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.