Menakar Posisi Utang Indonesia

MONITORDAY.COM - Banyak kritik atas utang luar negeri Indonesia. Baik utang Pemerintah maupun swasta. Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah tembus Rp6.445,07 triliun per Maret 2021. Jumlahnya melonjak Rp1.253 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp5.192 triliun. Angka ini tentu saja menjadi perhatian semua pihak. Jebakan utang dapat membuat sebuah negara mengalami kesulitan ekonomi dan tak mampu ‘naik kelas’.
Lampu kuning sudah menyala. Indonesia harus waspada. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Dan tiang perekonomian negara adalah produk domestik bruto. Dibandingkan dengan posisi Februari 2021 yang sebesar Rp6.361 triliun, maka total utang pemerintah dalam satu bulan naik Rp84 triliun. Rasio utang pemerintah pun ikut terkerek menjadi 41,64 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada bulan lalu.
Kehati-hatian Indonesia sebenarnya telah tampak dilihat dari berbagai indikator. Meski membutuhkan biaya besar bagi pembangunan infrastruktur, Indonesia tidak ugal-ugalan dalam berutang. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksi Indonesia akan menjadi negara dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) terendah di antara beberapa negara di dunia di tengah pandemi covid-19.
Dua tahun sebelumnya posisi Indonesia cukup aman. IMF memperkirakan rasio utang Indonesia akan naik dari kisaran 30,5 persen pada 2019 menjadi 38,5 persen terhadap PDB pada 2020. Artinya, rasio utang Indonesia meningkat sekitar 8 persen dalam setahun.
Sementara, Jepang menjadi negara dengan peningkatan rasio utang tertinggi. Rasio utang Jepang diperkirakan naik 28,2 persen dari 238 persen pada 2019 menjadi 266,2 persen terhadap PDB pada 2020. Sedangkan persentase kenaikan rasio utang terhadap PDB terendah adalah Singapura, yakni 1,2 persen.
Negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas sarana dan prasarana untuk masyarakat. Hal itu diwujudkan melalui pembangunan yang merata agar dapat mencakup seluruh wilayah dan dinikmati oleh masyarakatnya.
Negara tentu membutuhkan banyak sekali anggaran untuk mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu, negara perlu memaksimalkan pendapatannya untuk merealisasikan pembangunan tersebut.
Sumber pendapatan negara yang didapat melalui pajak dan retribusi digenjot agar dapat memperbesar APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Akan tetapi, bukan tidak mungkin semua modal capital yang didapat melalui pajak dan retribusi saja tidak cukup untuk melakukan pembangunan. Negara perlu memikirkan hal lain untuk mendapatkan sumber modal guna melakukan pembangunan. Untuk itu, negara merasa perlu untuk berutang kepada pihak lain seperti negara. Hal inilah yang disebut dengan utang luar negeri.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai utang, maka perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari utang, khususnya utang pemerintah. Utang adalah kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah, dimana utang pemerintah mencakup Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Surat Berharga Negara (SBN). Pada artikel ini, saya mengajak pembaca untuk membahas masalah utang. Adapun utang yang dimaksud merupakan utang berdasarkan pinjaman luar negeri dan surat berharga negara. Berikut penjelasannya.
Perlunya Utang
Berdasarkan laman Kementerian Keuangan RI, utang diperlukan karena adanya kebutuhan belanja negara yang penting seperti penyediaan fasilitas kesehatan dan ketahahan pangan, pembiayaan pembangunan untuk penyediaan infrastruktur dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Peningkatan IPM ini juga harus didasari dengan peningkatan sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor tersebut, sedangkan pendapatan negara/modal operasional tidak mencukupi untuk pembiayaannya maka perlu suatu solusi. Salah satunya dapat ditempuh dengan cara memangkas belanja negara tersebut, yang mana akan mengakibatkan beberapa tujuan negara tidak tercapai dan rakyat yang akan terkena dampaknya. Sedangkan cara lainnya dapat dilakukan oleh negara yakni dengan melakukan pinjaman, tentu diiringi dengan beberapa konsekuensi.
Negara Indonesia sejak dahulu memilih solusi yang kedua dengan melakukan utang. Dikutip dari detik.com, Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) per kuartal I 2019, negara yang memberikan utang kepada Indonesia antara lain, Singapura, Jepang, Amerika Serikat (AS), China, Hong Kong dan masih banyak negara Eropa dan Asia lainnya. Meskipun utang luar negeri Indonesia terlihat cukup tinggi jumlahnya, namun dilihat dari rasio utang pemerintah masih tergolong aman, dimana sesuai dengan amanat undang-undang keuangan Indonesia, masih jauh di bawah 60% dari pendapatan domestik bruto negara.