Dinamika Internal dan Pertaruhan Masa Depan PAN
Pertarungan antar partai di Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden telah berlalu. Ada yang menang dan ada yang kalah. Ada pula yang bermanuver tajam hingga mengubah haluan seratus delapan puluh derajad. Dari oposisi menjadi bagian dari Pemerintahan. Politik adalah kompromi dan tak ada kongsi yang abadi.

MONDAYREVIEW.COM - Pertarungan antar partai di Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden telah berlalu. Ada yang menang dan ada yang kalah. Ada pula yang bermanuver tajam hingga mengubah haluan seratus delapan puluh derajad. Dari oposisi menjadi bagian dari Pemerintahan. Politik adalah kompromi dan tak ada kongsi yang abadi. Giliran pertarungan internal yang menggeliat seiring dinamika politik yang berkembang.
Nasib Partai Demokrat, PAN, dan PKS yang berada di luar kekuasaan eksekutif di awal periode kedua Pemerintahan Joko Widodo dinilai sementara kalangan cukup berat. Tak hanya penilaian pengamat di luar partai-partai ini, dinamika kalangan internal mereka juga menunjukkan kegelisahan akan masa depan partainya. Kemampuan partai dalam mengkonsolidasikan sumberdaya termasuk sumber keuangan partai sangat menentukan. Berada di luar kekuasaan sama artinya dengan paceklik.
Dinamika berlatar kondisi ‘keprihatinan’ tersebut mulai terlihat di Partai Amanat nasional (PAN). Jelang Kongres yang diwacanakan akan berlangsung pada awal 2020 geliat konsolidasi kekuatan untuk merebut posisi Ketua Umum Partai berlangsung. Kepentingan realistis-pragmatis berhadapan dengan semangat perubahan dan kemandirian.
“Melihat trend ini tampaknya Mulfachri semakin menguat. Pertanyaannya apakah Mulfachri serius maju atau pada akhirnya akan mendukung Drajad Wibowo tergantung 3 faktor: Amien Rais, signal dari Muhammadiyah, dan respons wilayah dan daerah, ” ungkap Paryanto pengamat politik Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dalam wawancara dengan Mondayreview (24/11/2019)
Zulkifli Hasan sebagai petahana dinilai pendukungnya masih menjadi nama yang paling layak untuk menakhodai Partai yang lahir dari rahim reformasi ini. Kubu Zulhas mengklaim bahwa dukungan dari DPW masih kuat mengalir pada sosok politisi yang lentur dan mampu membangun komunikasi politik dengan banyak pihak.
“Kompetisi ini mulai mengeras ketika pemilihan SC Rakernas sampe divoting yang dimenangkan Saleh Daulay 23 vs Totok Daryanto 19 suara dari PH DPP yang hadir,” ujar Paryanto.
Amien Rais sebagai sosok salah satu pendiri PAN nampak mulai menunjukkan pengaruh politiknya. Konsolidasi dan safari politik ke beberapa daerah dilakukannya didampingi Moelfachri Harahap dan Hanafi Rais mulai berjalan. Belum banyak informasi yang diperoleh terkait gerakan Tokoh yang notabene besan Zulkifi Hasan ini. Upaya menggoyang Sang Petahana tentu tak dapat dilakukan tanpa dukungan ‘logistik’ yang memadai.
Di tengah kemungkinan kubu Amien Rais akan berhadapan dengan kubu Zulhas terbersit opsi untuk menjajaki ‘rekonsiliasi’ antara Amien dengan Hatta Rajasa. Kemungkinan ini terkait dengan masih potensialnya basis dukungan pendukung HR dan kekuatannya dalam menyangga kebutuhan ‘gizi dan darah’ bagi Partai ini. Nama Hatta Rajasa dan Asman Abnur mulai muncul ke permukaan. Bila kompromi itu terjadi kemungkinan Asman akan melenggang ke puncak jabatan di Partai ini.
Drajad Wibowo, Hanafi Rais, dan Moelfachri Harahap agaknya akan terus bergerak mengawal keputusan Amien Rais. Dukungan elemen berlatar Muhammadiyah dinilai Paryanto akan sangat berarti dalam Kongres mendatang.
Keberhasilan Partai ini untuk kembali bangkit dan berperan mengawal agenda reformasi dan konsolidasi demokrasi tentu sangat diperlukan bagi kepentingan nasional. Wajar pula bila publik berharap Partai ini lepas dari belenggu oligarki dan kepentingan sesaat.
“PAN sdh mentradisikan 1 periode. Meskipun ada sebagian yang tetap mendorong Bang Zulhas maju lagi. Di luar itu ada Drajad, Mulfachri dan Hanafi Rais. Kalangan berbackground AMM lbh menginginkan duet Mulfachri-Hanafi atau Drajad-Hanafi,” pungkas Paryanto.