Membangun Masyarakat Ideal
NILAI mendasar yang kita harus pahami bahwa kita dapat membangun masyarakat yang kuat dalam semua elemennya dengan memulai dari masing-masing individu. Harus ada kemauan dan kesadaran dari tiap individu. Selama kita tidak melakukan hal itu, maka esok tidak lebih baik dari pada hari in

NILAI mendasar yang kita harus pahami bahwa kita dapat membangun masyarakat yang kuat dalam semua elemennya dengan memulai dari masing-masing individu. Harus ada kemauan dan kesadaran dari tiap individu. Selama kita tidak melakukan hal itu, maka esok tidak lebih baik dari pada hari ini. Kita akan memiliki cacat bila hanya menonton dan menanti datangnya pahlawan tanpa melakukan apa-apa.
Dalam surat Adz-Dzariat ayat 56, Allah berfirman: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Ayat tersebut secara eksplisit menerangkan tentang subjektifitas manusia. Artinya, manusia diciptakan karena membawa misi dan tugas mulia. Yakni beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan, sedangkan keikhlasan itu terletak pada niat. Untuk mengukur sejauh mana niat baik atau keikhlasan itu, maka hanya dapat dibuktikan melalui implementasi ucapan dan perbuatan yang kesemuanya itu ditujukan semata-mata hanya untuk Allah. Inilah hakikat untuk apa kita diciptakan. Jika hal ini disadari oleh setiap manusia, jika orientasi hidup ini telah tertanam dalam lubuk hati dan telah difahami dengan kejernihan berpikir, niscaya setiap gerak langkah kaki akan ringan, ibadah akan khusuk dan hiduppun akan menjadi indah karena setiap aktivitas akan dipandang sebagai ibadah.
Ajaran Islam mengamanatkan kepada umatnya agar dalam kehidupan yang fana ini tidak termakan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap, kepentingan dunia. Mencari fasilitas dunia sebagai sarana menggapai kehidupan ukhrawi sangat dibenarkan dalam literatur Islam. Yang tidak boleh adalah kecintaan terhadap dunia yang berlebihan hingga meletakkan kepentingan akhirat pada urutan yang kedua. Rasulullah bersabda, Akan datang suatu masa dimana kamu akan diperebutkan oleh umat lain sebagaimana makan lezat diperebutkan oleh orang yang lapar. Para sahabat bertanya: Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah? Beliau menjawab: Tidak, bahkan jumlah kamu banyak, tetapi seperti buih di lautan, karena kalian terserang penyakit wahn. Mereka bertanya lagi: Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Terlalu cinta dunia dan takut kepada mati? (HR. Abu Daud).
Selama perniagaan dunia tidak begitu menyilaukan, ketika diri tidak diperbudak oleh kemegahan dunia, dan ketika dunia tidak lagi menjadi tujuan. Lalu dengan langkah mantap dengan semboyan dunia hanya sarana untuk meraih kebahagian akhirat atau dengan semboyan kami meninggalkan dunia demi meraih kemuliaan di akhirat kelak. Maka karakter seperti inilah menjadi tujuan hidup yang hakiki bagi setiap Muslim dalam membangun masyarakat.