Membangun Dialog Antar Peradaban

Pasca peristiwa 11 September dan invasi Amerika Serikat, masyarakat dunia tidak sepenuhnya setuju dengan narasi benturan peradaban Huntington.

Membangun Dialog Antar Peradaban
Sumber gambar: detik.com

MONDAYREVIEW.COM – Samuel P. Huntington merupakan cendekiawan barat yang sangat terkenal karena pada tahun 80-an mengeluarkan sebuah tesis mengenai benturan peradaban. Tesisnya adalah bahwa setelah berakhirnya perang dingin, dimana Amerika Serikat menang atas Uni Soviet, musuh selanjutnya bagi peradaban barat adalah kelompok Islam. Amerika Serikat merupakan symbol dari kaptalisme, sementara Uni Soviet merupakan symbol dari komunisme. Pasca perang dunia I dan II, dunia dilanda perang dingin, yakni bukan berupa benturan fisik namun non fisik serta menggunakan proxy.

Pada akhirnya Uni Soviet runtuh ditandai dengan kebijakan Glasnost dan Prestoika. Uni Soviet kemudian terpecah kembali ditandai dengan kemerdekaan wilayah-wilayah kekuasaan Uni Soviet. Francis Fukuyama menyebut kemenangan ini sebagai akhir dari sejarah. Tesis Huntington dikuatkan dengan peristiwa 11 September 2001, dimana pesawat yang telah dibajak menabrak gedung WTC dan Pentagon. World Trade Center Amerika Serikat merupakan pusat bisnis dan gedung Pentagon merupakan markas militer Amerika Serikat. Serangan ini membuat Presiden George Walker Bush mendeklarasikan perang melawan terorisme.

Terorisme yang dimaksud Bush adalah umat Islam. Hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa Osama bin Laden merupakan dalang dari kejadian tersebut sehingga harus diburu keberadaannya. Pasca kejadian itu Amerika Serikat melakukan invasi ke Afghanistan dan Irak. Amerika Serikat mendudukinya dan mendirikan pemerintahan boneka di sana. Saddam Husein presiden Irak tewas dalam serangan Amerika Serikat. Begitupun dengan Osama bin Laden. Bush beralasan adanya senjata pemusnah massal yang dimiliki oleh Saddam Husein, dimana tuduhan ini tidak terbukti.

Pasca peristiwa 11 September dan invasi Amerika Serikat, masyarakat dunia tidak sepenuhnya setuju dengan narasi benturan peradaban Huntington. Banyak pihak yang kemudian menggagas dialog antar peradaban. Dari Indonesia tokoh yang terlibat dalam upaya ini adalah almarhum Kiai Hasyim Muzadi dari PBNU dan Din Syamsuddin dari PP. Muhammadiyah. Upaya-upaya dialog ini terus dibangun melalui pertemuan dan konferensi yang cukup sering diadakan. Jika kita melihat ke dunia maya, banyak beredar foto dimana paus pemimpin umat Katolik se dunia berpelukan dengan Grand Syaikh Al Azhar. Hal ini merupakan symbol bahwa antara Islam dan Katolik bisa berhubungan baik.

Hari ini upaya dialog antar peradaban kembali diuji, dimana hari-hari ini kita dihebohkan dengan konflik antara umat muslim dan kelompok sekular di Perancis. Konflik ini harus dibayar mahal dengan nyawa diantara kedua belah pihak. Benturan juga sudah mulai terjadi dalam skala pemimpin negara dimana antara Macron dan Erdogan sudah berbalas pantun. Sebagai umat Islam kita tentu perlu melakukan kritik terhadap pernyataan Macron yang malah menambah masalah dan emosi umat Islam. Namun di luar itu kita mesti memikirkan kembali bagaimana membangun dialog antar peradaban yang selama ini telah dibangun.

Masalahnya adalah hari ini umat Islam banyak yang menjadi imigran di negara-negara Eropa. Jika kita ngotot untuk bersikap keras boleh jadi yang jadi korban adalah imigran tersebut. Bisa saja mereka menjadi sasaran aksi balas dendam atau diusir dari negara tersebut. Masalahnya adalah negara-negara timur tengah pun tidak mau menampung mereka. Para imigran tersebut juga tidak mau bermigrasi ke negara muslim dan malah memilih negara non muslim. Maka dari itu perlu dilakukan dialog agar semua bisa mendapatkan win win solution.