Memahami Sikap Tegas TNI Terhadap FPI

TNI di bawah pimpinan Pangdam Jaya Dudung Abdurrachman berkonvoi melewati Petamburan yang merupakan markas FPI lalu mencopot baliho-baliho yang berisi foto Habib Rizieq.

Memahami Sikap Tegas TNI Terhadap FPI
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Setelah kedatangan Habib Rizieq memicu berkumpulnya massa di bandara, lalu pesta pernikahan putrinya juga mengumpulkan massa, kini kontroversi yang diakibatkan Habib Rizieq memasuki babak baru. TNI di bawah pimpinan Pangdam Jaya Dudung Abdurrachman berkonvoi melewati Petamburan yang merupakan markas FPI lalu mencopot baliho-baliho yang berisi foto Habib Rizieq. Dalam pernyataannya, Pangdam menegaskan bahwa kita harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Jika FPI mengancam persatuan dan kesatuan, maka lebih baik dibubarkan saja. Pangdam juga mengkritisi lontaran ucapan Habib Rizieq yang menurutnya tidak mencerminkan Islam rahmatan lil alamin. Sikap TNI tersebut menimbulkan polemic di tengah masyarakat.

Fadli Zon menganggap tindakan TNI mencopot baliho merupakan gejala kembalinya dwi fungsi ABRI yang sudah dihapus oleh reformasi. Banyak yang menyayangkan kenapa TNI harus turun tangan melakukan hal yang bukan tugasnya. Padahal penertiban baliho merupakan tugas dari satpol pp. Sementara itu menurut pihak yang mendukung TNI, apa yang dilakukan TNI sudah benar. Hal ini karena kepolisian dan satpol pp sudah tidak berdaya melawan ormas FPI. Artinya memang diperlukan TNI guna mengatasi persoalan ini. Akhmad Sahal seorang aktivis NU menganggap bahwa apa yang dilakukan TNI masih dalam batas kewajaran dan bukan gejala kembalinya orde baru. Warganet pun ada yang membela TNI karena pada kenyataannya, TNI memang masih terlibat dalam hal yang bukan perang, misalnya saat terjadi bencana.

Menyikapi polemic tersebut kita perlu menyikapinya secara jernih dan proporsional. Kita mesti mengetahui terlebih dahulu kronologis dan latar belakang dari peristiwa tersebut. TNI memang menyalahi tupoksinya dengan mencabut baliho dan berkonfrontasi dengan FPI. Biar bagaimanapun TNI adalah alat negara yang fokus dalam pertahanan negara melawan ancaman dari dalam dan luar negeri. Namun turunnya TNI dalam kasus ini adalah karena institusi sipil mandul dalam menertibkan pihak yang melanggar hukum dalam hal ini FPI. Hal ini perlu juga menjadi bahan evaluasi yang mendasar bahwa banyak aturan yang tinggal aturan namun tidak diterapkan. Jika TNI tidak turun maka boleh jadi FPI akan semakin jumawa dan merasa di atas angin.

Apa yang dilakukan TNI masih proporsional. Tugas kita sebagai rakyat yang harus terus mengawasi agar masuknya TNI dalam urusan sipil tidak terlalu jauh sehingga mengkhianati semangat reformasi. Namun biar bagaimanapun sikap TNI hari ini masih dalam batasan yang bisa ditolerir. Tentu ke depan hal semacam ini tidak boleh terjadi kembali, sehingga kegaduhan yang tidak perlu bisa dihindari. Untuk itu pemerintah harus tegas dalam penegakkan hukum tanpa pandang bulu dan bersih dari kepentingan politik. Kepentingan politik lah yang membuat penegakkan hukum selalu bias hanya menyasar kelompok yang berseberangan dan melindungi kelompok yang satu afiliasi. Hal ini tidak sehat dalam negara demokrasi.