Mekanisasi Pertanian dan Nasib Buruh Tani
Apa daya dunia sudah masuk ke tahap 4.0 yang memaksa kita bercengkerama dengan kehidupan digital. Bagaimana nasib petani kita berhadapan dengan digitalisasi? Itulah yang semestinya kita cermati. Jika nasib petani belum banyak bergeser sejak revolusi industry tahap pertama ditandai dengan penggunaan mesin uap, tahap kedua dengan listrik, dan tahap ketiga dengan komputasi maka di era digital ini tantangannya lebih besar lagi.

MONDAYREVIEW.COM - Apa daya dunia sudah masuk ke tahap 4.0 yang memaksa kita bercengkerama dengan kehidupan digital. Bagaimana nasib petani kita berhadapan dengan digitalisasi? Itulah yang semestinya kita cermati. Jika nasib petani belum banyak bergeser sejak revolusi industry tahap pertama ditandai dengan penggunaan mesin uap, tahap kedua dengan listrik, dan tahap ketiga dengan komputasi maka di era digital ini tantangannya lebih besar lagi.
Mekanisasi mencakup semua tingkat pertanian dan teknologi pemrosesan, dari perkakas tangan sederhana dan dasar hingga peralatan yang lebih canggih dan bermotor. Ini memudahkan dan mengurangi kerja paksa, mengurangi kekurangan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas dan ketepatan waktu operasi pertanian, meningkatkan penggunaan sumber daya secara efisien, meningkatkan akses pasar dan berkontribusi untuk mengurangi bahaya terkait iklim. Mekanisasi berkelanjutan mempertimbangkan aspek teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya ketika berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di sektor pangan dan pertanian.
Mekanisasi pertanian pernah mengantarkan Indonesia sebagai negeri yang berdaulat penuh atas pangan. Namun, seiring berjalannya waktu mekanisasi pertanian di Tanah Air berjalan lambat sementara teknologi seakan berlari sekencang angin.
Pertanian mekanis adalah proses menggunakan mesin pertanian untuk memekanisasi pekerjaan pertanian, sangat meningkatkan produktivitas pekerja pertanian. Di zaman modern, mesin bertenaga telah menggantikan banyak pekerjaan pertanian yang sebelumnya dilakukan dengan kerja manual atau dengan hewan pekerja seperti lembu, kuda, dan bagal. Demikian menurut Wikipedia.
Seluruh sejarah pertanian mengandung banyak contoh penggunaan alat, seperti cangkul dan bajak. Integrasi mesin yang sedang berlangsung sejak Revolusi Industri telah memungkinkan pertanian menjadi jauh lebih padat karya.
Pertanian mekanis saat ini mencakup penggunaan traktor, truk, pemanen gabungan, berbagai jenis peralatan pertanian, pesawat terbang dan helikopter (untuk aplikasi udara), dan kendaraan lainnya. Pertanian presisi bahkan menggunakan komputer dalam hubungannya dengan citra satelit dan navigasi satelit (panduan GPS) untuk meningkatkan hasil.
Mekanisasi adalah salah satu faktor besar yang bertanggung jawab atas urbanisasi dan ekonomi industri. Selain meningkatkan efisiensi produksi, mekanisasi mendorong produksi skala besar dan terkadang dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian. Di sisi lain, ini dapat menggantikan tenaga kerja pertanian yang tidak terampil dan dapat menyebabkan degradasi lingkungan (seperti polusi, penggundulan hutan, dan erosi tanah), terutama jika diterapkan secara picik daripada secara holistik.
DI Indonesia mekanisasi berjalan lambat. Kehadirannya mungkin dikhawatirkan akan menutup sebagian lapangan kerja di sektor pertanian. Tentu diperlukan kebijakan berbasis riset yang kuat agar mekanisasi mendorong efisiensi dan kualitas produk pertanian tanpa menggusur buruh tani.
Padahal, ledakan penduduk yang semakin tinggi semakin berbahaya jika tak diiringi upaya menjadikan kebutuhan pangan dalam negeri lebih berdaulat. Bergantung pada impor pangan meembuat kita tak berdaulat.
Di sisi lain pengelolaan pangan yang baik akan menjadi kunci bagi setiap bangsa menghadapi ancaman krisis pangan, termasuk akibat pandemi COVID-19 sebagaimana prediksi FAO (2020) dan World Food Programme (2020).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam banyak kesempatan selalu mengingatkan prediksi FAO yang memperkirakan dampak pandemi virus corona dapat menyebabkan krisis pangan dunia. Karena itu, peringatan tersebut perlu direspon untuk memastikan ketersediaan pangan.
Indonesia, setidaknya telah mempersiapkan diri dengan pembangunan lumbung pangan atau “food estate” di dua tempat sebagai upaya mendorong terwujudnya kedaulatan pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya yang lebih serius dan dukungan banyak fihak.