Mahar Dalam Pernikahan
Mahar Dalam Pernikahan

RASULULLAH Saw bersabda, “Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah SWT, adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk perangainya.” Pesan Rasulullah di atas, secara tegas mengarahkan para orangtua untuk tidak mempersulit proses pernikahan putra-putrinya. Islam bahkan mengarahkan para keluarga yang memiliki anak gadis, jika dilamar seorang pria shalih, hendaklah segera diterima. Karena menolak lamaran pria shalih, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah di masyarakat.
Fitnah di sini tentunya bisa bermacam-macam, bisa jadi akan muncul tatanan keluarga yang rapuh, yang berdampak pada perceraian, perselingkuhan, anak-anak broken home, kenakalan remaja, dan sebagainya. Semua ini sangat dimungkinkan terjadi, lantaran masyarakat kian meremehkan nilai-nilai takwa sebagai barometer proses pernikahan.
Sebaliknya pada kalangan pria, Islam juga mengarahkan agar mereka memilih wanita shalihah jika dihadapkan pada beberapa opsi dalam memilih calon pasangan hidup. Sabda Rasulullah Saw; “Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik agamanya, niscaya engkau akan mendapat keberuntungan.” Singkatnya, murahkanlah mahar, murahkan juga beban biaya untuk walimah (resepsi) atas mempelai laki-laki. Mudahkanlah mahar dalam pernikahan dan janganlah mempersulit jalannya.
Ada sebuah kisah yang kiranya bisa menjadi pelajaran: Seorang wanita menuturkan kisahnya ”Walaupun usia saya mendekati 40 tahun tetapi saya tetap menginginkan agar suami kelak adalah seorang yang memilki kemuliaan, kemampuan materinya di atas pertengahan dan dia memiliki gelar yang tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara perempuan saya bersilaturahmi bersama para suami dan anak-anak mereka, saya merasakan kesedihan yang sangat dahsyat dan saya ingin seperti mereka, saya bisa mengunjungi keluarga dan bisa berpergian bersama suami dan anak-anak saya juga”. Inilah diantara kisah seorang wanita yang tertipu dengan idealisme mimpi.
Ada juga sebuah anekdot yang mengatakan bahwa seorang wanita ketika berusia 20 tahun diajak menikah kemudian malah berkata dengan nada angkuh “Siapa kamu?”. Kemudian lima tahun kemudian kejadian serupa terjadi ketika ada yang mengajaknya kembali menikah dan wanita ini berkata “Siapa saya?”. Lalu, ketika sadar usia sudah 30 atau 35 tahun belum menikah juga dan tidak ada pria yang datang mengajaknya menikah, wanita ini pun berkata “Siapa saja”.