Luzern, Konservatisme, dan Kota Impian

Luzern memang bukan sekadar kota, tapi bagaimana nilai-nilai tradisi dan cara pandang yang holistik tentang alam semesta kukuh dipertahankan. Penduduk Luzern melihat begitu pentingnya keseimbangan ekosistem.

Luzern, Konservatisme, dan Kota Impian
Foto: luzern.com

Saat asa tak kunjung nyata, mimpi yang kian tak terbeli di tanah kelahiran maka kota seolah menjadi pilihan untuk melanjutkan kehidupan. Kota menyediakan hampir semua keinginan dan impian; janji kesejahteraan, landmark yang menawan, pengelolaan sampah modern, pengendalian banjir, sistem transportasi yang futuristik, dan tentu saja juga tata kehidupan yang demokratis dan harmonis.

Tata kehidupan yang nyaman, ruang ekspresi yang lebih bebas dan kemudahan akses transportasi yang di era mutakhir dikenal sebagai konsep mix used development, sesungguhnya juga telah diidamkan dan diupayakan sejak lama oleh banyak orang di dunia. Di Jakarta misalnya, hal itu dapat dilihat dari sejarah pembangunan jalur transportasi dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju pusat Kerajaan Pajajaran di wilayah Bogor, pembangunan jalur kereta pada zaman Belanda, penggantian tram oleh buskota di era Ali Sadikin, hingga pembangunan jalur Transjakarta di era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso pada tahun 2004.

Karena asa dan imaji itulah kemudian pemangku kebijakan di kota ini, mulai dari Kerajaan Pajajaran, Pemerintah Hindia Belanda, hingga para Gubernur pasca Indonesia meraih kemerdekaannya membangun landmark, tempat-tempat pelepas ketenangan (rekrasi), pusat pemerintahan, hingga sistem transportasi yang memadai guna menyemai mimpi para penduduk Kota Jakarta.

Betulkah sebuah kota impian hanya bisa terwujud hanya dengan menerapkan konsep mix used development maupun mantra lainnya dalam konsep smart city? Jawabannya, tak selalu begitu. Karenanya, janganlah hanya bertandang ke Bogota atau Tokyo bila hendak mereflikasi konsep smart city, tapi cobalah berkunjung ke negara-negara Eropa yang tak melulu mengandalkan mantra mix used development.

Dari sekian banyak kota besar di dunia yang pernah penulis kunjungi, Luzern adalah salah satu kota yang memberikan banyak pengalaman dan pelajaran bagaimana cara mewujudkan kehidupan yang harmonis dan modern namun tetap menjaga nilai dan tradisi.

Salah satu kota terindah di Eropa ini memang tak bisa kita lewatkan begitu saja kala berkunjung ke Negara Swiss. Luzern atau Lucerne berasal dari kata Lorezzeria yang berarti pemukiman di tanah berawa. Kota ini terletak di Pegunungan Alpen Swiss dan memiliki cerita rakyat tersendiri.

Selain dikenal sebagai kota tercantik, dengan alam yang hijau dan terkadang diselimuti salju, Luzern juga dikenal karena penduduknya yang kuat memegang teguh budaya tradisional. Karena itulah, Luzern seingkali disebut sebagai kota konservatif.

Ya, Luzern memang bukan sekadar kota, tapi bagaimana nilai-nilai tradisi dan cara pandang yang holistik tentang alam semesta kukuh dipertahankan. Penduduk Luzern melihat begitu pentingnya keseimbangan ekosistem. Meminjam perkataannya mistikus Kristen, Saint Francis, bahwa manusia merupakan anak alam yang selayaknya berbakti pada Ibu Bumi.

Lihatlah bagaimana Chapel Bridge, sebuah jembatan dengan jalan kayu yang paling terkenal dan tertua di Eropa masih tetap bediri kokoh seperti pertama kali dibangun. Jembatan ini awalnya dibangun tahun 1333, dan direnovasi sekali pada tahun 1993 karena terjadinya kebakaran. Saat anda berjalan di atas jembatan, anda akan melihat perbedaan antara bagian yang sudah direnovasi dengan bagian asli. Inilah objek yang paling banyak diphoto oleh para pelancong di Kota Swiss.

Atau lihat pula bagaimana Danau Luzern, danau yang mengelilingi kota Luzern dapat dipertahankan kebersihan dan keindahannya. Danau ini menjadi bingkai cantik kota Luzern yang berada di perbukitan. Salah satu yang membuat danau ini berbeda, adalah airnya yang bisa langsung diminum. Ini karena air yang berada di danau mengalir langsung dari pegunungan yang ada di sekitar kota Luzern.

Pun demikian halnya dengan bagaimana mereka mempertahankan tata kehidupan sosial-politik. Penduduk Luzern tahu betul bagaimana melakukan filter terhadap budaya luar yang berusaha masuk. Dan salah satunya adalah soal imigran yang tengah menjadi topik sentral di tengah derasnya arus migran dari Timur Tengah dan Afrika Utara ke Eropa.

Bagi para penduduk Kota Luzern, adalah penting untuk memberdayakan dan mempertahankan para penduduk asli dari serbuan para imigran. Karena itulah melalui Partai Rakyat Swiss atau SVP, para penduduk Kota Luzern mengkampanyekan adanya pembatasan para imigran. Hasilnya, Partai Rakyat Swiss pun memenangi Pemilu Parlemen negara itu secara meyakinkan pada Ahad (18/10/2015).

Kemenangan SVP yang merupakan partai terbesar di Swiss dan berbasis di Kota Luzern, terjadi 20 bulan setelah Swiss mendukung referendum pembatasan orang asing. Tak lama setelah itu, kemenangan SVP pun berbuah kebijakan sistem kuota bagi perpindahan warga di Uni Eropa.

Sesungguhnya, apa yang dipraktikkan penduduk Luzern tersebut telah lama juga dipraktikkan para penduduk di negeri ini. Bahkan masyarakat primitif seperti Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, Suku Asmat di Papua, atau pun Baduy di ujung barat Pulau Jawa sana yang juga memiliki pandangan hidup seperti penduduk Luzern. Kesadaran psikis yang bila dipegang secara holistik akan meniscayakan peralihan dari konsumsi materi ke kesederhanaan secara sukarela, dari pertumbuhan ekonomi dan teknologi ke pertumbuhan dan perkembangan bathini

Demikianlah sebetulnya kerangka filosofis dan spiritual ekologi tersusun secara berulang-ulang. Namun akhirnya semua memang berada di tangan setiap individu manusia untuk menghidupkan kembali kesadaran spiritual ekologi dalam budaya masing-masing atau justru membiarkan libido dan hasrat manusia merusak tatanan hidup dan keseimbangan alam di muka bumi.