LSF Dorong Publik Budayakan Sensor Mandiri

LSF Dorong Publik Budayakan Sensor Mandiri
Suasana salah satu Sesi Diskusi Virtual Kopi Pahit LIterasi DIgital di Era Media Baru/ ist

MONITORDAY.COM - Jelang Tahun Baru publik perlu asupan wacana baru. Untuk itulah hadir Diskusi Kopi Pahit Monday Media Group bersama Lembaga Sensor Film (LSF) RI dengan tajuk " Literasi Tontonan di Era Media Baru”, Jum'at (24/12/2021). Kehadiran Media Baru berplatform digital telah mengubah cara orang menonton film dan berbagai tayangan lainnya. Dari gawainya, bahkan netizen dapat menikmati film di manapun.  

Sejumlah narasumber berkompeten hadir dalam diskusi virtual tersebut, yakni founder Monday Media Group Muchlas Rowi, Stafsus Mensesneg Faldo Maldini, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri Hardiyanto, dan Ketua Komisi III LSF Naswardi.  

Sementara Putri Persahabatan 2020 Rachel Eleeza Coloay dan Komisioner KPI RI Nuning Rodiyah hadir secara virtual. Diskusi dapat diikuti dari salah satu aplikasi digital dan kanal media sosial YouTube Monday TV dan akun IG monitordaycom. Teknologi digital memungkinkan diskusi berlangsung hybrid.  

Ada beberapa pokok pikiran dan catatan penting yang mengemuka pada diskusi hangat tersebut. Para narasumber adalah sosok-sosok muda yang kaya dengan wawasan atas media baru. 

Pertama. Di periode 2020-2024 LSF ingin menyampaikan dan mengajak publik, untuk  melek tontonan sehingga kita bisa memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia, sehingga yang paling mungkin diberikan literasi pemahaman dan kemampuan untuk bagaimana melihat tontonan tersebut. Demikian dinyatakan oleh Ketua LSF Rommy Fibri. 

Lembaga Sensor Film (LSF) adalah satu-satunya lembaga yang menjadi regulator perfilman di Indonesia karena fungsinya melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukkan dan atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia.

Kedua. Sementara Founder MMG Muchlas Rowi menggagas perlunya terobosan Artificial Intelligence untuk melakukan upaya memilah dan memilih tontonan apa yang layak untuk disajikan ke publik. Begitu banyaknya konten film di era media baru membutuhkan upaya taktis untuk membantu publik menyensor berbagai tayangan sesuai klasifikasi umurnya.

Ketiga. Muchlas juga menegaskan pentingnya orang tua melek digital. Menyitir nasehat Ali bin Abi Thalib yang cukup fenomenal mengenai pendidikan anak yakni “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.

Ketiga. Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Media Menteri Sekretaris Negara RI, Faldo Maldini mengatakan sensor sering dianggap hambatan demokrasi. Bahkan, terjadi pengekangan kebebasan berekspresi. Padahal, kegiatan sensor adalah bagin dari sustainable democracy, karena adanya edukasi dengan ragam literasi juga menunjukan negara senantiasa hadir untuk melindungi masyarakat.

Karena filosofi demokrasi tidak hanya mencapai kestabilan janga pendek, tapi memastikan active citizen. Misalnya menjamin warga negara membuat media

Keempat. LSF telah menyensor kisaran 39.000 judul film. Sinema tersebut baik untuk tayangan di bioskop, sinetron atau FTV yang disiarkan di televisi hingga impor di sepanjang 2021 ini. Demikian kata Ketua Komisi III LSF Naswardi. 

Dari jumlah itu, yang dominan adalah materi iklan untuk televisi. Tren baru penyensoran adalah tayangan untuk jaringan informatika seperti Disney, Netflix, Maxstream dan lainnya atau 599 judul. Untuk tayangan streaming itu ada muatan iklan 1,5 persen.

Selama pandemi, sensor untuk film layar lebar, berkurang. Biasanya, rata-rata per tahun sekitar 400 judul namun turun menjadi 196 film yang sebagian besar untuk model pertunjukan baru seperti drive in theater.

Untuk format film Palwa (DVD) sekitar 328 judul, sedangkan film untuk festival yang telah disensor sebanyak 150 judul. LSF tetap dengan parameter untuk menyatakan film tak lulus sensor. Antara lain karena mengandung kekerasan, harkat dan martabat, penodaan atau penistaan agama, pelanggaran hukum, serta apakah mengandung sensitivitas di masyarakat. Termasuk target usia. Untuk film impor, penyensoran pun dilakukan kepada teks terjemahannya. 

Ada langkah konkrit yang merupakan bagian dari proses pencanangan menjadi gerakan nasional sensor mandiri, diantaranya masifikasi kampanye budaya sensor Mandiri baik melalui konten-konten literasi yang diproduksi baik melalui Diskusi atau woprkshop lainnya. Juga penanaman nilai-nilai di unit pemerintah paling rendah, seperti pemerintahan desa sehingga namanya menjadi Desa sensor Mandiri.

LSF juga melakukan riset sebagai bagian dari basis program dan kebijakan untuk melaksanakan survei nasional budaya sensor Mandiri tentang indeks kesadaran masyarakat dalam sensor Mandiri. Yang terakhir, LSF melakukan akselerasi kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan terkait, LSF juga telah  membangun kerjasama dengan 34 perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia yang kemudian diturunkan menjadi aksi bersama.