Lembaga Riset Malaysia Sebut Jokowi-Ma’ruf Lebih Berpeluang Menangi Pilpres 2019

Lembaga riset asal Malaysia melakukan penelitian tentang kontestasi Pemilihan Presiden di Indonesia tahun 2019. Dalam penelitian yang dilakukan oleh lemaga bernama Institute of Strategic and International Studies tersebut menunjukan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, lebih berpeluang untuk memenangi kontestasi pemilu lima tahunan itu.

Lembaga Riset Malaysia Sebut Jokowi-Ma’ruf Lebih Berpeluang Menangi Pilpres 2019
foto : istimewa

MONITORDAY.COM – Lembaga riset asal Malaysia melakukan penelitian tentang kontestasi Pemilihan Presiden di Indonesia tahun 2019. Dalam penelitian yang dilakukan oleh lembaga bernama Institute of Strategic and International Studies tersebut menunjukan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, lebih berpeluang untuk memenangi kontestasi pemilu lima tahunan itu.

“Pasangan nomor 01 Jokowi-Ma’ruf mempunyai kesempatan lebih besar untuk memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019,” ujar Deputy Chief Executive Institute of Strategic and International Studies Malaysia, Dato’ Steven CM Wong dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/11).

Hasil penelitian tersebut, kata Wong, merupakan hasil riset dilakukan oleh dua orang warga negara Indonesia, yaitu yaitu Muhammad Sinatra dan Dwintha Maya Kartika, yang merupakan analis dalam lembaga riset tersebut.

Muhammad Sinatra selaku Analis mengatakan bahwa penelitian itu menggunakan metode analisis faktor 5P, yaitu party (partai), personality (kepribadian), pocket (pendanaan), policy (kebijakan) dan preference (pilihan).

“Hasil penelitian menyimpulkan, pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul dalam faktor party(partai) dan personality (kepribadian). Sedangkan pasangan Prabowo-Sandi unggul dalam faktor pocket (pendanaan). Sementara itu, untuk faktor policy (kebijakan) dan preference(pilihan), kedua pasangan terlihat seimbang,” papar Sinatra.

Alumni Nanyang Technological University Singapore ini menjelaskan, faktor partai melihat konteks distribusi kekuasaan dalam dinamika koalisi kedua pasangan calon dan berdasarkan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Berdasarkan jumlah partai dalam kedua koalisi, pasangan Jokowi-Ma’ruf diunggulkan oleh sembilan partai dalam gabungan Koalisi Indonesia Kerja.

Sementara pasangan Prabowo-Sandi hanya didukung lima partai dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur. Meskipun begitu, berdasarkan hasil beberapa pemilihan umum (pemilu) yang dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah partai tidak serta merta menentukan keunggulan pasangan calon.

“Misalnya, pasangan Prabowo-Hatta yang didukung enam partai kalah dari pasangan Jokowi-Kalla yang hanya didukung lima partai. Akan tetapi, menurut hasil Pilkada 2018, tujuh dari 10 provinsi terpadat di Indonesia diperintah oleh gubernur-gubernur yang simpatik terhadap pasangan Jokowi-Ma’ruf,” terangnya.

Sinatra juga memperkirakan bahwa partai peserta Pemilu 2019 akan menghadapi tantangan dalam membagi usaha dan sumber daya partai untuk memenangkan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 dan Pilpres 2019.

Meski partai-partai bisa diuntungkan oleh coattail effect melalui aliansi dengan salah satu kandidat, situasi ini juga dapat menimbulkan beberapa masalah. Sebagai contoh, kader Partai Demokrat dan PAN dilaporkan ragu-ragu untuk mendukung pasangan Prabowo-Sandi di beberapa daerah pendukung kuat pasangan Jokowi-Ma’ruf, seperti di Manado dan Jawa Timur.

“Koalisi partai juga tidak absolut. Seperti misalnya, beberapa kader Partai Demokrat diberi kebebasan untuk mengkampanyekan pasangan Prabowo-Sandi. Alasan yang diberikan adalah untuk memaksimalkan kesempatan Partai Demokrat memenangkan Pileg 2019,” tuturnya.