Lembaga Bimbel Tak Merasa Terancam dengan Sistem UN yang Baru

Lembaga Bimbel tak merasa terancam dengan kebijakan penghapusan UN lewat program "Merdeka Belajar".

Lembaga Bimbel Tak Merasa Terancam dengan Sistem UN yang Baru
Ilustrasi/Net

MONITORDAY.COM - Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) disebut bakal terancam dengan adanya program Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.

Pasalnya, salah satu kebijakan dalam program tersebut adalah mengganti alias menghapus sistem Ujian Nasional (UN). Padahal selama ini lembaga Bimbel selalu membuka jasa bimbingan persiapan UN untuk siswa di luar jam sekolah.

Kendati demikian, tak semua Lembaga Bimbel merasa terancam dengan kebijakan penghapusan UN lewat program "Merdeka Belajar". Sebut saja seperti lembaga Bimbel Kelas Pintar.

Founder Kelas Pintar, Fernando Uffie, mengatakan, penghapusan UN dan penerapan kebijakan Merdeka Belajar secara umum, mestinya bukan sebuah ancaman bagi lembaga bimbel, paling tidak untuk solusi pendidikan berbasis teknologi seperti Kelas Pintar. Sebab, pada dasarnya kebijakan Merdeka Belajar sejalan dengan arah pengembangan pendidikan berbasis teknologi.

"Kelas Pintar menggunakan teknologi dan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan baragam karakter siswa, baik itu visual, audio maupun kinesthetic (VAK). Tujuannya, untuk meningkatkan minat belajar dan menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep dari materi yang dipelajarinya. Hal ini sejalan dengan kebijakan Merdeka Belajar yang berfokus pada penguatan literasi dan numerasi," ujar Fernando Uffie di Jakarta, Senin (20/1/2020).

Ia lebih lanjut mengaku, pihaknya melihat penghapusan UN bukan sebagai ancaman, namun justru sebaliknya sebagai peluang.

"Sejak awal, yang kami 'sentuh' adalah pemahaman siswa terhadap konsep, melalui pemanfaatan teknologi untuk men-deliver kurikulum secara lebih personal dan terintegrasi. Jadi apapun metode pengukurannya, tidak jadi masalah," katanya.

Uffie kemudian menjelaskan, peran teknologi dalam dunia pendidikan sejatinya memang tidak hanya berfokus pada nilai akhir, tapi prosesnya. Teknologi harus bisa mencegah siswa dari kegagalan, baik secara akademis maupun non-akademis.

"Dua atau tiga tahun ke depan, orang tua tidak akan bertanya kenapa anak saya mendapat nilai 5. Tapi mereka akan bertanya kenapa pihak sekolah tidak memprediksi sebelumnya dan memberi tahu usaha pencegahannya. Saat itu tiba, kita bicaranya sudah analisa data," jelas Uffie.