Kunci Ketenangan Hidup: Ibrah Dari Surat Al-Ma’arij (2)

Kunci Ketenangan Hidup: Ibrah Dari Surat Al-Ma’arij (2)
Ilustrasi ketenangan hidup (jurnaba.co)

MONITORDAY.COM - Sebagai penyembuh (syifa) dalam surat Al-Ma’arij ayat 22 sampai dengan ayat 35 Allah Swt memberikan petunjuk untuk menyembuhkan penyakit hati yang bersifat non fisik tersebut, agar hidup menjadi tenang.

Pertama,selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt sebagai pencipta dan sekaligus pemelihara ciptaannya. Cara mendekatkan diri tersebut dengan mendirikan sholat. Sholat itu didirikan secara tekun setiap waktu tanpa bolong-bolong, dan dijaga dengan baik dalam keadaan apapun (baik keadaan aman maupun keadaan terancam).Dan, yang paling istimewa sholat itu didirikan dengan “khusyu”.

Kedua,selalu berhidmat kepada sesama manusia. Penghidmatan itu ditujukan dengan cara memahami  bahwa pada setiap harta yang dimiliki ada hak orang miskin yang harus dipenuhi. Pemenuhan hak orang miskin tersebut direalisasikan tanpa membedakan keadaan orang miskin apakah orang miskin tersebut menunjukkan diri dari kemiskinannya dengan cara meminta-minta atau menyembunyikan diri dari kemiskinannya dengan tidak meminta-minta.

Ketiga,selalu membenarkan mengenai adanya hari pembalasan. Seluruh amal perbuatan manusia didunia ini, baik dalam rangka mengabdi kepada Allah Swt maupun berhidmat kepada manusia, pada akhirnya Allah akan meperlihatkan dan akan menghadirkan dihadapannya apakah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk.

Berdasarkan amal perbuatan itu, masing-masing akan mendapat balasannya. “Bukankah balasan kebaikan itu, adalah kebaikan pula”(QS. Ar-Rahman [55]:60). Hal ini,tentu saja berlaku sebaliknya, bahwa balasan keburukan adalah keburukan pula.

Keempat,selalu menyadari bahwa manusia tidak akan aman dari adzab (bencana) Allah Swt. Kesadaran ini, akan mewujudkan sikap kehati-hatian dalam berkata, bertindak, dan bersikap. Setiap perkataan yang buruk akan berdampak buruk bagi dirinya. Sikap yang buruk akan mendapatkan keburukan pula bagi dirinya.

Demikan pula tindakan yang buruk akan kembali pada dirinya. Contoh sederhana, ketika manusia selalu memperlakukan buruk terhadap lingkungannya, dengan cara selalu membuat onar, membuang sampai sembarangan, dan juga memperlakukan orang lain dengan cara yang tidak semestinya. Maka bencana yang terjadi merupakan konsekuensi atas apa yang dilakukannya.

Kelima,selalu memelihara alat reproduksinya (larangannya) untuk tidak digunakan secara sembarangan kecuali kepada pasangannya yang sah. Dampak penggunaan alat reproduksi secara sembarangan realitasnya menimbulkan perbuatan keji dan tidak bertanggung jawab. Betapa menderitanya anak yang dilahirkan dari hasil perzinaan.

Akibat tidak adanya tanggung jawab dari kedua pasangan yang melakukan perzinaan tersebut,hak anak untuk hidup,hak anak untuk mendapatkan kasih sayang, hak mendapatkan perlidungan hidup yang layak, dan hak anak untuk mendapatkan pendidikan serta merta hilang dengan terpaksa. Demikian pula, resiko bagi pelaku zinapun tidaklah ringan. Fakta menunjukan, bahwa para pelaku zina bukan hanya dihantui dengan penyakit berat bahkan mereka akan menderitanya.

Keenam,selalu menunjukan integritas dan tanggung jawabnya ketika di beri amanah,terkait dengan janji-janjinya,dan pada saat memberikan kesaksiannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dilingkungan masyarakat baik terbatas maupun masyarakat yang lebih luas, mendapat amanah, mengungkapkan janji, dan menjadi saksi dalam suatu persitiwa merukan keniscayaan. Ujian terbesar adalah bagaimana melaksanakan amanah, merealisasikan janji, dan memberikan kesaksian dengan integritas dan tanggung jawab yang tinggi serta di iringi dengan berlaku adil.

Mereka yang mampu mengaktualisasaikan ke enam hal tersebut dalam mengarungi kehidupannya,Allah Swt memberikan jaminan bahwa baginya adalah surga yang dimulyakan. Pada ayat lainnya Allah berfirman,”Sesungguhnya bagi orang yang taqwa (taat dan patuh terhadap ketentuan dan aturan Allah Swt) berada dalam tempat yang aman yaitu dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air” (QS ad-Dukhan [44]:52-53)

Karakteristik surga yang dimulyakan dalam sebuah hadist digambarkan.”Di dalam surga itu terdapat apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah di dengar telinga, dan tidak pula terlintas dalam hati atau pikiran manusia”. Wallahu’alam bi showab. (Tamat)