Kukuh Berjuang di Tengah Wabah

Refleksi Milad Muhammadiyah dan Perayaan Idul Adha di Tengah Wabah
INI kali kedua Muhammadiyah menggelar miladnya di tengah wabah. Ada rindu yang menyergap, karena milad tak lagi semarak secara serentak. Tak ada pawai, panggung gembira, parade drum band atau sekadar bazar.
Bahkan resepsi virtual yang digelar sebagai wujud transformasi perayaan milad persyarikatan pun kini banyak berganti jadi ‘tausiah atau bahkan malah takziah virtual’. Mungkin tak segawat wabah hitam (black death) yang ditulis Ibnu Batuta dalam ar-Rihlahnya, tapi cukup membuat kita remuk redam. Apalagi jika mendengar kabar duka yang datang silih berganti bagai awan yang berarak.
Adib Khumaidi adalah Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Dalam sebuah diskusi virtual dia menyebut, jika kondisi fasilitas kesehatan kita saat ini berada di fase kolaps secara fungsi atau functional collapse. Ini termasuk rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah pastinya.
Sebabnya kata dia, sejumlah tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 kian terbatas, alat kesehatan seperti oksigen menipis, akibatnya kondisi pasien makin buruk. Alhasil, kita pun tahu, Indonesia kini jadi negara dengan tingkat kematian tertinggi di dunia.
“Kita dihadapkan pada kondisi functional collapse, bukan structural collapse ya, karena IGD-nya masih ada, bisa dibuat tenda, bisa tambah tempat tidur. Tapi secara fungctional collapse,” ujar Adib Khumaidi di kanal Youtube PERSI, Jum’at (16/7).
Presiden Jokowi bahkan berkali-kali sudah mengatakan, jika Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tidak bisa menghadapi wabah ini secara sendiri. Pemerintah memerlukan uluran tangan, ajakan kolaborasi untuk saling menolong, bergotong royong supaya keluar dari ujian maha berat.
Apakah dengan ungkapan tersebut, itu artinya kita menyerah? Jawabannya, bisa jadi. Andaikan tidak ada pihak-pihak yang masih tahu bagimana menghargai sejarah atau apa yang dikatakan Cicero sebagai ‘historia magistra vitae.’
Sejarah mengajarkan, jika wabah tak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Huru-hara politik, kelaparan, dan kematian niscaya tak dapat dilewati jika tak ada kesamaan gerak untuk melewati wabah.
Salah satu pihak yang kukuh menjaga keyakinan itu, menurut Presiden Jokowi adalah Muhammadiyah. Dalam konteks penangangan wabah, Muhammadiyah bekerja secara nyata melalui Tim Khusus Muhammadiyah Covid-19 Command Center dan melalui pelayanan di 82 rumah sakit di berbagai daerah.
Muhammadiyah bahkan tetap melayani pasien Covid-19 meskipun hingga kini, harus berjuang sambil menunggu pelunasan tunggakan klaim BPJS dari pemerintah. Karena bagi Muhammadiyah, di tengah wabah kita harus berislam secara rasional, saintifik, dan berorientasi pada kesehatan publik. Itulah Muhammadiyah sejati.
Gerakan Islam modernis ini lahir pada Ahad 8 Dzulhijah 1442 Hijriyah atau bertepatan 18 Juli 1912. Lahir berkat gagasan dasar Ahmad Dahlan yang terletak pada ‘kesejahteraan kebenaran’ tafsir al-Qur’an, akal suci dan penemuan ilmu pengetahuan, serta pengalaman kemanusiaan.
Itulah mengapa, di usianya yang ke-112, Muhammadiyah masih kukuh berjuang, meski di tengah wabah. Buktinya, di tengah situsi yang darurat, 39 relawan nakes dari Universitas Aisiyah dikirim ke RSUP Sarjito, dan tak kurang dari 50 relawan nakes terutama dari Bengkulu dan lampung diterjunkan ke RSIJ dan wisma atlet.
Secara terang-terangan, Muhammadiyah berani mengeluarkan fatwa haram bagi para penimbun oksigen. Penjahat kemanusiaan yang mengeruk untung di tengah situasi yang tengah terpuruk.
Terbaru, Muhammadiyah menerbitkan surat edaran mengenai imbauan perhatian, kewaspadaan dan penanganan Covid-19 serta persiapan menghadapi Idul Adha 1442 Hijriah. Surat edaran tersebut menyebut, salah satunya, menghimbau pelaksanaan Shalat Idul Adha di lapangan, masjid atau fasilitas umum sebaiknya tidak dilakukan.
Untuk ibadah kurban, Muhammadiyah menyatakan hukumnya adalah sunah muakkadah bagi muslim yang mampu. Itu pun disarankan berupa uang dan diberikan untuk penanganan Covid-19. Kecuali bagi yang mampu sedekah dan kurban, itu bisa saja dilaksanakan.
Spirit idul kurban menurut Muhamadiyah bukan cuma di penyembelihan hewan kurbannya, tapi spirit berjuangnya.
Milad dan Idul Adha adalah momentum penting bagi Muhammadiyah, untuk menegaskan perannya memajukan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Muhammadiyah, seperti kata Ketua Umumnya Haedar Nashir harus mampu maju terlebih dahulu.
Dalam konteks penanganan Covid-19, tampil di muka berwarti menghadapi Covid-19 dengan wajah yang rasional dan saintifik seperti yang dipegangnya selama ini.
Jadi jika ada warga Muhammadiyah yang masih tak percaya vaksin apalagi tak percaya wabah itu betul-betul ada, maka harus dibuktikan dengan tiga pendekatan di atas. Jika tidak, maka untuk apa kita berjuang menjaga dan merawatnya selama 112 tahun lamanya.