KPK Tak Gentar Melawan Koruptor
Meskipun kerap menuai serangan dari para koruptor, KPK di bawah pimpinan Agus Rahardjo terlihat semakin on fire.

MONDAYREVIEW.COM - Semangat menyapu bersih korupsi yang semakin mengakar di Indonesia saat ini semakin terlihat. Meskipun kerap menuai serangan dari para koruptor, KPK di bawah pimpinan Agus Rahardjo terlihat semakin on fire. Pengusutan mega korupsi e-KTP dan BLBI bernilai triliunan rupiah, jadi buktinya.
Keberanian KPK dalam mengungkap megakorupsi di negeri ini membuat para koruptor terusik. Serangan demi serang pun dilancarkan, pasti dengan tujuan untuk melemahkan semangat KPK untuk menyapu bersih korupsi di Indonesia.
Akhir-akhir ini, perlawanan yang terlihat vulgar adalah kasus penyerangan terhadap salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan dengan melakukan tindakan yang tidak menusiawi, dengan menyiram air keras ke wajah penyidik KPK ini. Selain itu, upaya menghalang-halangi KPK untuk membongkar megakorupsi E-KTP juga dilakukan oleh sebagaian anggota DPR melalui hak angket.
Sebelumnya, upaya DPR untuk melemahkan KPK juga pernah dilakukan dengan akan merevisi UU KPK. Hak penyadapan, penyidikan dan penuntutan KPK sempat mau diutak-atik. Walaupun siasat yang dinilai banyak pihak akan memperlemah KPK itu kandas. Pemerintah memastikan tak akan merevisi UU KPK. Sementara sebagian politisi di Senayan tetap menyimpan hasrat ini, meski dukungannya melemah.
Serangan demi serangkan tersebut justru semakin memperkuat semangat KPK menjalankan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia. Pasalnya KPK adalah tumpuan terakhir lembaga penegak hukum yang paling dipercaya oleh masyarakat.
Seperti diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Febri Diansyah merasa tidak terganggu. Bahkan dirinya optimis KPK akan menjaga kepercayaan masyarakat dengan bekerja semaksimal mungkin memberantas korupsi di Indonesia.
Terkait hak anggket yang sedang digulirkan oleh sebagian anggota DPR, Febri mengatakan KPK tidak akan terpengaruh. Bahkan KPK akan tetap fokus untuk mengungkap secara tuntas megakoruspsi E-KTP berdasarkan hukum.
“kita (KPK) berharap semua pihak juga menyimak proses hukum ini bersama-sama dan mengawalnya," katanya.
Febri menyarankan, jika memang ada hal-hal yg ingin disampaikan atau keberatan terhadap proses hukum, maka sebaiknya menggunakan jalur hukum. Sehingga, bisa mengungkap kebenaran-kebenaran yang lebih materil.
"Karena tujuan dari proses hukum ini adalah mengungkap kebenaran meteril dan mencari siapa saja pelaku yang harus bertanggungjawab dalam kasus korupsi e-KTP ini dan juga pengembalian kerugian keuangan negara," beber Febri.
Sementara itu Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai bahwa DPR khususnya komisi III berusaha untuk menghalangi-halangi penyidikan KPK dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Menurutnya, penggunaan hak angket anggota DPR untuk memaksa KPK membuka rekaman hasil pemeriksaan penyidik KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, bukanlah proses pengawasan legislatif.
"Itu intervensi politik yang sudah mengarah kepada perbuatan korupsi. Letak korupsinya karena merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi," ujar Petrus, di Jakarta.
Baginya, langkah tersebut melanggar ketentuan pasal 9 huruf e UU No. 20 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Petrus menjelaskan, sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi.
"Pimpinan KPK tidak boleh ragu dan harus memastikan langkah Komisi III DPR RI dengan hak angketnya itu sudah merupakan tindakan yang menyalahgunakan wewenang DPR,"jelasnya.
Petrus mendesak DPR meminta maaf kepada publik karena tidak berfungsinya pengawasan DPR, atas kejadian korupsi e-KTP. Sementara tanpa ada satu pun anggota DPR di Komisi III yang mau menghalangi kejadian korupsi di Komisi II DPR pada waktu itu.
Anehnya, lanjut dia, di saat KPK berhasil mengungkap kejahatan korupsi dengan menyebut nama hampir seluruh anggota Komisi II DPR RI, justru Komisi III DPR tidak mendukung KPK.
“Jelas sekali, upaya hak angket itu menghalang-halangi pengusutan. Ini kesewenang-wenangan melakukan intervensi sekaligus melahirkan tindak pidana korupsi baru seperti dimaksud pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,"jelasnya.
Semoga semangat KPK untuk menyapu bersih korupsi di Indonesia tetap terjaga. Sehingga uang negara yang seharusnya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat bisa tersalurkan dengan semesti.
Harapan masyarakat ditaruhkan di pundak KPK. Kita semua berharap KPK mampu menjaga kepercayaan masyarakat dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menyapu bersih korupsi di Indonesia.