Kontroversi TPS Berjalan Bagi Pasien Covid-19

Petugas TPS direncanakan akan mengunjungi para pasien yang sedang sakit agar dapat tetap mempunyai hak suara.

Kontroversi TPS Berjalan Bagi Pasien Covid-19
Sumber gambar: Twitter @KPU_ID

MONDAYREVIEW.COM – Tinggal beberapa hari lagi kita akan melaksanakan pesta demokrasi yang cukup besar bagi daerah-daerah di Indonesia. Sehubungan dengan pandemi yang tak kunjung mereda, pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang banyak mendapatkan penentangan. Namun sehubungan dengan keputusan bulat pemerintah, maka pelaksanaan Pilkada akan tetap berlangsung. Guna menyiasati pandemic, maka dirumuskanlah protocol kesehatan untuk pencoblosan. Adanya protocol kesehatan ini diharapkan bisa mencegah penularan covid-19.

Di tengah persiapan Pilkada Serentak, muncul sebuah isu yang menjadi kontroversi perihal teknis pemilihan. Yakni petugas TPS direncanakan akan mengunjungi para pasien yang sedang sakit agar dapat tetap mempunyai hak suara. Bukan hanya pasien dengan sakit biasa, namun para pasien covid-19 pun tetap bisa mencoblos. Hal ini menjadi kontroversi karena meme dari KPU yang beredar di dunia maya. Dalam meme tersebut dipersilahkan petugas KPPS yang ber-APD lengkap mengunjungi pasien yang sedang terbaring di rumah sakit.

Dalam cuitan twitternya, akun resmi KPU RI mengeluarkan pengumuman sebagai berikut: "Halo #TemanPemilih, setiap suara sangat berarti. Prinsip ini jg yg melatarbelakangi KPU untuk memastikan hak pilih pasien Covid-19 dan rawat inap ttp dpt gunakan hak pilihnya di 9 Desember nanti. Petugas dan saksi datang menggunakan APD. Ingat 7 Hari Lagi ya #KPUMelayani," Para warganet secara spontan mengkritik keras rencana ini.

Aktivis perempuan Lini Zurlia pun membalas unggahan KPU dengan sebuah kreasi gambar alias meme. Meme itu berisi unggahan gambar serupa dari KPU namun telah diedit, seperti tulisan 'Pasien Covid-19 dan rawat inap tidak kehilangan hak pilih' dan kemudian diganti dengan 'Jangan mati dulu, ikutlah nyoblos dulu karena oligark butuh suaramu untuk terus bergenerasi'.

Beberapa pengguna Twitter yang lain pun turut mendengungkan suara kontra melalui balasan di unggahan KPU itu. Seperti salah satu pengguna @wisnu_prasetya yang menilai informasi KPU itu semakin menunjukkan bahwa suara rakyat hanya dibutuhkan jelang pemilihan umum saja. "Ilustrasi paling gamblang untuk menunjukkan bahwa orang-orang cuma dibutuhkan suaranya 5 tahun sekali. Kalo sakit dan sedang bertaruh nyawa, ditanggung sendiri-sendiri," cuit Wisnu.

Senada, Chairman Junior Doctor Network of Indonesia (JDN Indonesia) Andi Khomeini Takdir pun mengomentari unggahan KPU dengan harapan bahwa pelaksanaan pilkada 9 Desember mendatang tidak menimbulkan klaster penyebaran covid-19 yang baru. "Semoga gak jadi super-spreader," kata dia.

Penyediaan TPS berjalan yang mendatangi para pasien yag sedang sakit merupakan hal yang sudah lazim. Hal tersebut dilakukan dalam kondisi normal sebelum terjadi pandemi. Namun dalam kondisi pandemic seperti sekarang hal ini sangatlah berisiko. Lebih baik jika KPU mendengarkan beragam aspirasi masyarakat guna meninjau kembali rencana ini. Jika tidak maka dikhawatirkan akan terjadi penyebaran covid-19 yang massif di masyarakat.