Uang Baru dan Urgensi Pendidikan Multikultural

Multikulturalisme secara sederhana adalah pemikiran untuk menerima keragaman budaya yang sudah menjadi fakta dalam kehidupan.

Uang Baru dan Urgensi Pendidikan Multikultural
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Ada yang istimewa pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun ini. Bank Indonesia menerbitkan uang baru dengan nilai nominal Rp75.000. Yang menarik adalah gambar yang digunakan dalam uang tersebut. Gambar yang dipilih oleh Bank Indonesia adalah sekelompok anak dengan beragam busana tradisional dari seluruh Indonesia. Gambar tersebut mencerminkan Indonesia yang mempunyai keragaman budaya atau multikulturalisme.

Sayangnya, ada saja respon aneh warganet terhadap kehadiran uang baru tersebut. Ada sebuah akun twitter yang mencoba memframing bahwa salah satu pakaian adat yang ada di gambar tersebut bukanlah dari Indonesia, melainkan pakaian adat dari China. Beredar juga screenshoot status whatsapp yang berisi kritikan terhadap pakaian adat yang mengenakan hijab. Dua respon tersebut mendapatkan kecaman dari warganet. Dua respon tersebut mencerminkan kesadaran yang rendah terhadap multikulturalisme.

Multikulturalisme secara sederhana adalah pemikiran untuk menerima keragaman budaya yang sudah menjadi fakta dalam kehidupan. Multikulturalisme menganggap bahwa budaya yang berbeda adalah anugerah dan kekayaan. Sebaliknya, bagi kalangan yang anti dengan multikulturalisme, perbedaan budaya adalah sebuah ancaman yang berbahaya. Individu yang menganut multikulturalisme akan nyaman berada dalam lingkungan yang terdiri dari beragam budaya. Adapun individu yang anti dengan multikulturalisme lebih nyaman berada dalam lingkungan yang monokultural, atau homogen.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multicultural. Terdiri dari beragam suku dan agama, mempunyai bahasa ibu yang berbeda-beda. Multikulturalisme tersebut tercermin dalam motto Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis dalam pita di bawah burung Garuda. Sebagai bangsa yang multicultural, kita memiliki titik temu berupa dasar negara pancasila. Pancasila adalah consensus yang dapat membuat keragaman di Indonesia menjadi harmoni. Banyak negara-negara di dunia yang kagum terkait bangsa Indonesia mengelola keberagamannya.

Namun yang mesti disadari adalah, kesadaran multicultural tidak bisa hadir dengan sendirinya. Dia harus selalu dibangun dan ditumbuhkan dalam masyarakat. Terlebih hari ini banyak sekali gejala-gejala penurunan kesadaran multicultural. Misalnya munculnya sentiment-sentimen primordialisme, kesukuan dan keagamaan yang berlebihan. Gejala ini mesti segera dihilangkan sebelum semakin meracuni masyarakat kita. Muncul pula stigma-stigma berdasarkan identitas kultural, hal ini juga perlu segera diluruskan.

Meminjam istilah Anies Baswedan, kita harus senantiasa merajut tenun kebangsaan. Jangan sampai jalinan tenun kebangsaan yang telah terjalin dirobek oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Caranya adalah dengan melaksanakan pendidikan multicultural di berbagai tingkatan pendidikan. Salah satu pendidikan multicultural yang digagas adalah SMK Karya Bakti Parigi yang didirikan oleh Ai Nurhidayat. SMK yang berada di Pangandaran tersebut mengajarkan multikulturalisme sejak dini. Caranya adalah dengan menghadirkan peserta didik dari seluruh Provinsi di Indonesia.

Pendidikan multicultural memang tidak bisa sekadar diajarkan melalui pemberian materi secara verbal. Cara terbaik untuk mendidik anak soal multikulturalisme adalah dengan pengalaman nyata. Peserta didik harus dibiasakan hidup bersama dengan teman dari beragam budaya. Pembelajaran berbasis pengalaman ini dirasa jauh lebih efektif dibanding dengan metode ceramah semata. Tentu perlu juga ada pemahaman dan iktikad baik dari tenaga pendidik terhadap multikulturalisme sendiri.