Kominfo Blokir Penuh Akses Internet di Papua, Langgar Hak Asasi?
Kominfo tidak memberikan kejelasan sampai kapan pemblokiran akses internet ini dilakukan. Ferdinanus menyebutkan hal tersebut dilakukan hingga situasi kembali kondusif.

MONITORDAY.COM – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan untuk memblokir kembali akses internet di Papua. Pemblokiran ini dilakukan dalam rangka percepatan proses keamanan dan ketertiban di bumi Cedrawasih setelah adanya kericuhan akibat adanya protes terhadap dugaan rasisme yang menimpa mahasiswa Papua di Suarabaya dan Malang.
“Setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi,” tutur Ferdinandus Setu, Plt. Kepala Biro Humas Kominfo, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/8).
Kominfo tidak memberikan kejelasan sampai kapan pemblokiran akses internet ini dilakukan. Ferdinanus menyebutkan hal tersebut dilakukan hingga situasi kembali kondusif. “Mulai Rabu (21/8/2019) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal,” ujarnya.
Seperti diketahui, langkah seperti ini juga sempat dilakukan Kominfo pada Senin (19/8) lalu. Saat itu, Kominfo telah melakukan pelambatan akses internet di beberapa wilayah di Papua. Namun karena situasi dinilai sudah kondusif, maka Kominfo kembali membuka akses internet pada malam harinya.
Adanya pemblokiran akses internet ini dinilai hal yang melanggar aturan oleh sebagian pihak. Seperti yang diungkapkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) yang menilai tindakan tersebut telah melanggar hak konstitusional masyarakat Papua.
"Tindakan penutupan internet tersebut merupakan catatan buruk dalam tata kelola internet di Indonesia, yang seharusnya konsisten dengan penghormatan hak asasi manusia dan demokrasi," ujar peneliti Elsam, Wahyudi Djafar, dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8).
Wahyudi mengatakan, sebenarnya dalam keadaan darurat negara memang diperbolehkan adanya tindakan pembatasan (termasuk akses informasi), dalam rangka pemeliharaan keselamatan, kesehatan, dan ketertiban umum.
Namun dalam kasus ini, menurut Wahyudi pemerintah Indonesia gagal menerjemahkan unsur pembatasan, terutama dengan alasan ‘keadaan darurat'. Bahkan, siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika juga tidak menjelaskan keadaan darurat secara gamblang.
Karena menurut dia, dalam kasus ini telah menghambat akses masyarakat untuk bertukar informasi penting terkait keamanan. Selain itu, juga menghalangi masyarakat untuk berkomunikasi dengan satu sama lain dalam hal darurat. Lalu, menyulitkan kerja-kerja jurnalisme dan tingginya dampak negatif penutupan internet terhadap ekonomi sebuah negara.
“Karena itu, kami mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memulihkan akses terhadap informasi di Papua dan Papua Barat dengan menghentikan penutupan internet di kedua wilayah tersebut,” tandasnya.