Ki Hadjar Dewantara, Inspirasi Kaum Muda

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.

Ki Hadjar Dewantara, Inspirasi Kaum Muda
Sejumlah pelajar menggambar tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantoro dalam festival mural pesta pendidikan 2016 di Jakarta (2/5/2016). ANTARA FOTO/Aprillo Akbar

MONDAYREVIEW.COM - Selain soal konsep pendidikan yang ditelurkannya, Ki Hajar Dewantara juga punya sederet point kehidupan yang dapat menginspirasi, terutama kaum muda. Lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889, Ki Hadjar Dewantara awalnya dinamai Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Itu lantaran Dia ber­asal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, baru berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Sejak itu, dia tak lagi memakai gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya dia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Dia menamatkan sekolah dasar di ELS (sekolah dasar Belanda). Kemudian sempat melanjutkan ke STOVIA (sekolah dokter Bumiputera), tetapi tidak sampai tamat karena sakit.

Dia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, dia tergolong penulis andal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, dia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada 1908, dia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu. Terutama mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, dia mendirikan Indische Partij. Partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia itu berdiri pada 25 Desember 1912 dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Akan tetapi, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini. Gubernur menolak pendaftaran itu pada 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan mengge-rakkan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Setelah zaman kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada 1957.

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, dia meninggal dunia pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Perjuangan dan langkah Ki Hadjar Dewantara memang menjadi inspirasi bagi kaum muda saat ini.

Setiap 2 Mei kita pasti akan teringat pada kiprah seorang Ki Hadjar Dewantara. Dialah tokoh dan pelopor pendidikan pada masa pergerakan Indonesia melawan penjajah Belanda.

Kiprah dan aktivitas Ki Hadjar Dewantara dalam mendirikan dan mengembangkan sekolah Taman Siswa mulai 1922. Kemudian menjadi titik pijak peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas setiap 2 Mei.

Ki Hadjar juga terkenal dengan semboyan Tut Wuri Handayani yang teks aslinya berbunyi “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Arti dari semboyan ini adalah tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan). Kemudian ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide). Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).