Tragedi Libanon: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, belum selesai persoalan politik dan ekonomi dalam negeri, tragedy kembali menimpa Libanon.

MONDAYREVIEW.COM – Libanon adalah sebuah negara yang ibukotanya disebut Paris Timur Tengah. Julukan ini lahir dari keindahan yang dimiliki negara yang berbatasan langsung dengan Suriah dan Israel ini. Penyair terkenal Khalil Gibran adalah kelahiran Libanon. Banyak pula artis timur tengah terkenal berasal dari negara ini, diantaranya Nancy Ajram penyanyi lagu Ya Tabtab yang sempat booming di Indonesia.
Libanon terdiri dari komunitas warga yang multikultral, yang terbesar adalah Kristen Maronit, Muslim Sunni dan Muslim Syiah. Uniknya adalah ada perjanjian pembagian kekuasaan antara tiga golongan ini yang ditetapkan sejak tahun 1943. Yakni Presiden dari Kristen Maronit, Perdana Menteri dari Muslim Sunni dan Ketua Parlemen dari Muslim Syiah. Pembagian kekuasaan ini diharapkan bisa membangun harmonisasi antara tiga golongan yang dominan ini.
Lebanon mengakui 18 komunitas agama yang terdiri dari empat Muslim, 12 Kristen, Sekte Druze, dan Yudaisme. Mengelola keberagaman ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Warga Libanon sempat dilanda perang saudara. Perang ini berlangsung dari tahun 1975 hingga 1990 dan mengakibatkan 130.000 hingga 250.000 penduduk tewas.
Tidak ada konsensus di antara ahli dan peneliti mengenai apa yang menyebabkan Perang Saudara Lebanon. Keterlibatan Suriah, Israel, Amerika Serikat Organisasi Pembebasan Palestina memperburuk konflik. Setelah pertempuran berakhir sebentar pada tahun 1976 karena mediasi Liga Arab dan intervensi Suriah, perselisihan Palestina-Lebanon berlanjut, dengan pertempuran terpusat di Lebanon Selatan.
Pembagian kekuasaan berbasis sectarian tersebut tidak kunjung mendongkrak perekonomian Libanon. Yang terjadi justru tindakan korupsi merajalela, yang elit semakin kaya kelompok miskin tetap miskin. Lebanon berada di peringkat 137 dari 180 negara (180 menjadi yang terburuk) pada Indeks Persepsi Korupsi 2019 Transparency International. Partai politik, parlemen, dan kepolisian dianggap sebagai lembaga paling korup di negara itu.
Hal ini membuat massa rakyat Lebanon geram lalu melakukan aksi unjuk rasa kepada pemerintah. Mereka menuntut diakhirinya politik sectarian dan korupsi yang merongrong wibawa pemerintahan. Aksi berhasil membuat Perdana Menteri Libanon Saad Al Hariri mundur dari jabatannya karena tidak bisa mengatasi krisis ekonomi yang menimpa negaranya. Presiden Libanon Michel Aoun mengatakan akan membangun cabinet baru yang lebih bersifat teknokratis pasca mundurnya Hariri.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, belum selesai persoalan politik dan ekonomi dalam negeri, tragedy kembali menimpa Libanon. Sebuah gudang berisi bahan kimia meledak menyebabkan kerusakan yang massif pada Kota Beirut. Sebuah musibah yang diduga kuat karena kelalaian petugas pelabuhan, namun sangat fatal akibatnya. Hal ini menambah duka negara Libanon dan memancing simpati warga dunia. Karena krisis politik dan tragedy ledakan ini Libanon terancam menjadi negara gagal (failed state).
Semoga pemerintah Libanon bisa mengambil pelajaran dari musibah ini, lalu membenahi ekonomi dan korupsi yang merajalela di negeri tersebut. Sebagai warga dunia kita juga harus turut bersolidaritas atas penderitaan saudara kita di Lebanon. Kita bisa membantu baik berupa dana maupun doa. Musibah ini semoga menjadi momentum perubahan di negeri multicultural tersebut.