Ketika Polisi Mendata Para Ulama di Jawa Timur
Istilah 'Ekstrem Kanan' pernah berlaku di masa Orde Baru.

MONDAYREVIEW.COM – Langkah Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Machfud Arifin menitahkan anak buahnya mendata alim ulama berpengaruh di Jawa Timur memantik kontroversi. Wajar saja mengingat hal tersebut mengingatkan pada kenangan buruk di masa Orde Baru dan potongan waktu kala para Ulama dihabisi kalangan Komunis di masa Orde Lama.
Machfud mengeluarkan perintah pendataan lewat surat telegram nomor ST/209I/2017/RO pada Senin (30/1) lalu. Machfud menerangkan bahwa pendataan ulama dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat juga untuk menjaga hubungan baik antara ulama dan jajaran Polda Jawa Timur.
Namun, seperti dilansir CNN Indonesia dari selebaran pendataan yang dipakai kepolisian ada 3 pertanyaan ganjil yang muncul yaitu meminta ulama untuk menyebutkan jabatan di pemerintahan yang pernah atau sedang diemban, pejabat pemerintahan yang pernah berkunjung ke pesantren, serta afiliasi atau arah hubungan politik.
Ketiga pertanyaan tersebut jika ditilik tentu tidak relevan. Pertanyaan tersebut bagaikan mengkodifikasi para ulama dalam kotak-kotak politik tertentu. Jika membuka lembaran sejarah, di era Orde Baru kalangan Islam yang radikal dikelompokkan ekstrem kanan oleh penguasa. “Ekstrem Kanan” sayangnya lebih bagaikan mitos yang menakut-nakuti kalangan Islam yang berseberangan pendapat dengan pemerintah.
Kepolisian dalam hal ini seharusnya berada di pihak netral serta tidak condong pada kepentingan pihak tertentu. Jangan sampai Kepolisian menjadi “alat pukul” dan “alat tangkal” dari pemerintah berkuasa. Sementara umat Islam yang seharusnya dirangkul malahan dimusuhi, diawasi, dan dipandang sebagai penghambat. Dalam hal ini baik pemerintah maupun Kepolisian harus menenangkan dan menyakinkan bahwa pendataan ini bukanlah déjà vu yang pernah terjadi di era Orde Baru.
“Jika Polda Jatim membiarkan ini menjadi bola api panas yang dibiarkan terus bergulir bukan tidak mungkin persepsi akan kembalinya rezim orde baru bahkan rezim komunis semakin nyata dan nampak di permukaan,” kata Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Probolinggo Muchlis seperti dikutip dari situs nu.or.id.
Dengan narasi semacam inilah maka pemerintah dan kepolisian sudah seyogianya tidak menghadirkan bola api panas baru dengan umat Islam. Kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok telah menimbulkan resistensi luar biasa dari umat Islam melalui aksi massa yang masif. Maka sudah sewajarnya pemerintah dan kepolisian untuk menjaga kohesi dengan umat Islam demi stabilitas keamanan dan NKRI.