Ketika Kiai NU Berbeda Pandangan Memilih Pemimpin Non-Muslim

Pilihan warga NU pada pilkada DKI Jakarta putaran kedua akan terpecah. Pasalnya kiai NU memiliki pandangan yang berbeda memilih pemimpin.

Ketika Kiai NU Berbeda Pandangan Memilih Pemimpin Non-Muslim
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM –  Pilihan warga Nahdlatul Ulama  (NU) pada pilkada DKI Jakarta putaran kedua akan terpecah. Pasalnya kiai NU memiliki pandangan yang berbeda tentang kewajiban warga NU  dalam memilih pemimpin harus beragama islam.

Perbedaan pandangan tersebut pastinya akan  menjadi energi positif bagi calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) untuk menjaring suara warga NU pada putaran kedua. Dan secara tidak langsung  akan mempengaruhi pilihan warga Jakarta yang beragama islam di luar NU.

Seperti dikabarkan sekitar 100 kiai muda NU menggelar forum bahtsul masail atau forum diskusi keagaamaan di Kantor Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor di Jakarta, Mingggu (12/3). Pada forum tersebut menghasilkan keputusan bahwa seorang muslim diperbolehkan memilih pemimpin non-muslim.

KH. Najib Bukhori mengatakan bahwa terpilihnya pemimpin non muslim menjadi kepala daerah pada kontestasi politik berdasarkan konstitusi sah.  Maka itu, pemimpin non muslim secara konstitusi dan agama sah untuk mengemban amanah kenegaraan.

Lebih lanjut Najib berpendapat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berdasarkan konstitusi negara, setiap warga negara boleh memilih pemimpin tanpa melihat latar belang agama yang dianutnya.

Sementara itu, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ma’ruf Amin memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya umat muslim wajib memilih pemimpin muslim dalam kontestasi pilkada. Baginya selama masih ada calon pemimpin muslim, maka umat islam wajib memilih pemimpin muslim.

“Sepanjang ada calon yang muslim dan insya Allah adil wajib hukumnya memilih calon pemimpin muslim tersebut,” katanya seperti dilansir Republika.co.id.

Lebih lanjut, ia menegaskan berdasarkan hasil keputusan Bahtsul Masa’il al-Diniyah al-Waqi’iyah Muktamar XXX NU di PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur tertanggal 21-27 Nopember 1999, telah menguatkan seruan bagi umat islam untuk memilih pemimpin muslim. “Jadi tak ada pengecualian darurat lagi seperti dalam keputusan muktamar itu,” katanya.