Pendidikan Politik dalam Debat Kandidat
Debat kandidat selayaknya mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya guna pendidikan politik rakyat.

MONDAYREVIEW.COM – Salah satu hal yang menarik dalam proses demokrasi electoral adalah debat kandidat. Demokrasi electoral meniscayakan adanya pertarungan antar beberapa pasangan calon. Pertarungan tersebut memperebutkan pilihan rakyat yang akan menentukan pilihannya di bilik suara. Siapa yang lebih banyak dipilih maka dia yang menang. Dan yang kalah berarti suaranya kalah banyak dari yang menang. Sistem one man one vote diterapkan pasca reformasi. Sebelumnya kita menganut demokrasi perwakilan dimana yang dapat memilih kepala daerah adalah anggota legislative.
Sebelum bertarung di bilik suara, para calon kepala daerah mesti terlebih dahulu bertarung gagasan dalam debat kandidat. Dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, proses debat kandidat selalu menarik untuk disimak. Kita masih ingat proses debat kandidat capres-cawapres periode pertama dan kedua, dimana Joko Widodo harus berdebat dengan Prabowo Subianto. Media sosial sontak diramaikan dengan perbincangan mengenai debat kandidat tersebut. Salah satu hal yang masih tersimpan dalam ingatan public adalah saat Prabowo mengomentari unicorn sebagai yang online-online itu ya. Segera muncul meme-meme terkait hal tersebut.
Menjelang pilkada serentak 9 Desember ini, beberapa daerah mengadakan debat kandidat. Salah satu daerah yang cukup seksi untuk menjadi sorotan nasional adalah Kota Tangerang Selatan. Hal ini karena Tangsel menjadi salah satu penyangga ibu kota dan di kota ini cukup tertata karena kota buatan seperti Bumi Serpong Damai dan Bintaro. Dalam debat kandidat Kota Tangsel, tiga pasangan calon yang berlaga saling unjuk gigi dengan memaparkan visi dan misi hingga menawarkan program yang akan dijalani ketika terpilih.
Dalam debat yang mengangkat tema “Mewujudkan Masyarakat Tangsel yang Sehat, Berkarakter, Maju dan Sejahtera” kemarin, masing-masing kandidat saling beragumen dan mengkritik apa yang disampaikan pesaingnya. Bahkan, kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan saat ini tak luput dari kritik yang disampaikan para pasangan calon dalam debat kandidat.
Kritik kepada Pemkot Tangerang Selatan dalam debat kandidat pertama disampaikan oleh pasangan calon nomor urut dua, Siti Nur Azizah-Ruhamaben, ketika perkenalan diri dan penyampaian visi misi yang dibawa oleh pasangannya. Azizah yang menjadi kandidat wali kota Tangerang Selatan pada Pilkada 2020 ini menyinggung soal banyaknya pekerjaan rumah Pemkot saat ini dan tumbuhnya budaya oligarki di Tangerang Selatan. Selain itu, Azizah juga menyoroti adanya ketimpangan pembangunan di Tangerang Selatan. Pemkot selama ini belum berhasil menyeimbangkan pengembangan infrastruktur yang dilakukan sektor swasta.
Memasuki sesi tanya jawab, pasangan calon nomor urut satu Muhamad–Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara) menyinggung soal rumitnya birokrasi perizinan di Tangerang Selatan di bawah kepemimpinan Wali Kota Airin Rachmi Diany dan wakilnya, Benyamin Davnie. Calon wali kota Muhamad mengatakan, pelayanan perizinan yang seharusnya diatur atau difokuskan menjadi satu pintu justru terasa seperti di banyak pintu dan banyak atap. Tidak hanya itu, mantan Sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan ini juga menilai permasalahan pelayanan yang disorotinya terjadi karena sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Pemkot kurang terdidik.
Untuk itu, kata Muhamad, pasangan Muhamad-Sara akan menghadirkan pelayanan satu pintu di Tangerang Selatan sekaligus menggratiskan biaya untuk pelayanan perizinan. Dia berharap dengan terwujudnya pelayanan satu pintu, akan ada banyak investor yang bisa datang dan berinvestasi di Kota Tangerang Selatan.
Menanggapi perizinan yang dianggap berbelit oleh Muhaman, calon wali kota nomor urut tiga Benyamin Davnie mengatakan, pelayanan satu pintu di lingkungan Pemkot Tangerang Selatan telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Artinya, sistem pelayanan satu pintu yang dimaksud Benyamin sudah diberlakukan ketika Muhamad masih menjabat sebagai Sekda Kota Tangsel. Benyamin mengatakan, penandatanganan perizinan sudah didelegasikan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk mempermudah proses pelayanan. Bahkan, Benyamin mengeklaim sudah ada pendekatan teknologi dalam memberikan pelayanan sehingga pembiayaan dalam hal perizinan bisa dilakukan semakin mudah.
Debat kandidat selayaknya mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya guna pendidikan politik rakyat. Dalam debat tersebut bahkan rakyat bisa menuntut untuk dibuat sebuah kontrak politik yang merupakan bukti tertulis atas janji-janji yang diberikan saat debat. Siapapun yang terpilih maka dia harus memenuhi janjinya saat debat, masyarakat pun harus mencatatnya dengan baik. Proses control di tingkat kota/kabupaten relative lebih mudah dibanding dengan tingkat nasional.