Kementerian Agama Terbentuk Tak Lama Setelah Indonesia Merdeka

MONITORDAY.COM - Adalah fakta sejarah bahwa di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda ada Departemen Onderwijs en Eredienst atau Departemen Pengajaran dan Peribadatan dan kantor Inlandsche Zaken atau Penasihat Gubernur Jenderal urusan Pribumi.
Sementara di zaman Jepang ada shumubu atau Kantor Urusan Agama di tingkat pusat dan shumuka untuk Kantor Urusan Agama di daerah-daerah.
Namun ketika Indonesia Merdeka semua dibangun ulang mulai dari pondasinya. Termasuk Kementerian Agama. Dari dokumen sejarah jelaslah kiranya bahwa Kementerian Agama lahir dari pergulatan pemikiran para pendiri bangsa. Ada yang setuju urusan Agama menjadi bagian dari Kementerian lain dan ada juga yang berpendapat sebaliknya.
Kita dapat merunutnya dari catatan sejarah perbincangan di BPUPKI, PPKI,dan KNIP. Perlu dicatat pula bahwa yang mengusulkan perlunya Kementerian Agama dalam sidang BPUPKI adalah Mr Mohammad Yamin yang berhaluan nasionalis.
Dalam sidang PPKI 19 Agustus 1945 dengan acara pembentukan Kementrian atau Departemen, telah muncul perdebatan mengenai perlu atau tidaknya dibentuk Kementerian Agama. Hal ini terungkap dalam Buku Biografi Mohammad Natsir yang ditulis Lukman Hakiem.
Lebih lanjut Lukman mencatat bahwa Panitia kecil PPKI mengusulkan 13 Kementerian termasuk di dalamnya Kementerian Urusan Agama dan Menteri Negara Tanpa Portofolio.
Usul pembentukan Kementerian Urusan Agama yang diajukan oleh panitia kecil ditolak oleh anggota PPKI Mr Johannes Latuharhary, Iwa Kusumasumantri, dan Ki Hadjar Dewantara. Menurut Latuharhary jika diadakan Kementerian Urusan Agama dia yakin nanti bisa ada perasaan perasaan yang tersinggung atau yang tidak senang.
"Kita tidak perlu membangkitkan perasaan yang menimbulkan ketidakmerataan antara bangsa kita. Oleh sebab itu saya usulkan supaya Urusan Agama dimasukkan dalam urusan pendidikan. Dengan jalan demikian tidak ada perpecahan dan juga on konsen vermindring atau penghematan pengeluaran dana, " kata Latuharhary.
Sementara Iwa mengatakan, “Jadi saya setuju pada garis besarnya untuk menghapus apartemen agama yang sekarang sudah mendapat burgerrecht.”
Sementara Ki Hadjar Dewantara mengusulkan supaya Urusan Agama lebih baik dimasukkan ke dalam Departemen Dalam Negeri, sebab di situ sudah sepatutnya diadakan usaha yang istimewa.
Dukungan atas usulan pembentukan Kementerian Agama dalam rapat KNIP pun sangat minim. Ketika diadakan pemungutan suara mengenai Kementerian atau departemen yang hendak dibentuk, Kementerian Urusan Agama hanya didukung oleh 6 anggota. Kementerian Urusan Agama dihapus dan urusan agama dimasukkan ke dalam Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
Saat sidang-sidang KNIP hadir pula anggota-anggota Komite Nasional Indonesia dari berbagai daerah. Termasuk tiga anggota KNI dari Karesidenan Banyumas Jawa Tengah Kyai Haji Abudardiri, Haji Muhammad Saleh Suaidy, dan Mr Sukoso Wirjosaputro. Ketiganya mengusulkan agar Kementerian Agama tidak disambilkan pada Kementerian lain. Usulan KNI Banyumas itu mendapat sambutan positif dan diperkuat oleh anggota KNIP antara lain M Natsir, Dr Mawardi, Dr Marzuki Mahdi, dan N. Kartosudarmo.
Usulan yang cukup mendapat banyak dukungan itulah yang mengubah jalannya sejarah. Arah angin berubah dan sebuah keputusan penting bagi bangsa Indonesia lahir. Presiden Soekarno yang hadir dalam sidang KNIP itu memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. Maka berdirilah Hatta dan menyatakan bahwa adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah.
Catatan sejarah meneguhkan momentum tersebut. Kabinet Syahrir yang dibentuk pada 14 November 1945 terdiri dari 16 Kementerian, termasuk 1 Kementerian Negara dan yang ditunjuk menjadi menteri negara ialah HM Rasjidi. Pada rapat kabinet di kediaman Sutan Sjahrir Perdana Menteri memberitahu Rasjidi bahwa tugasnya ialah mengurusi soal peribadatan di negara ini.
Setelah hampir dua bulan menjadi Menteri Negara Rasjidi ditunjuk menjadi Menteri Agama. Pada 3 Januari 1946 Melalui pidato di corong RRI Yogyakarta. Presiden mengumumkan bahwa sejak tanggal 3 Januari 1946 secara resmi RI memiliki Kementerian Agama. Pengumuman tersebut diulangi lagi dalam pidato Wakil Menteri Penerangan Mr.Ali Sastroamidjojo melalui RRI Yogyakarta pada 4 Januari 1946.
Pada kesempatan itu Ali Sastroamidjojo menegaskan perihal kredibilitas keulamaan Rasjidi. Sang Menteri adalah alumnus Sekolah Tinggi Islam di Kairo Mesir dan salah seorang pemimpin dari partai Masyumi. Rasjidi adalah Guru Besar dari Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Beliau seorang pakar filsafat Islam yang mumpuni.
Bahwa keberadaan Kantor Urusan Agama di era pendudukan Belanda dan Jepang menjadi salah satu argumen para pengusul perlunya Kementerian Agama bukan berarti Kementerian Agama menjadi bagian atau sisa-sisa kolonialisme. Kementerian Agama R.I. yang dibentuk Presiden Soekarno dengan Menteri Agamanya yang pertama HM Rasjidi bukanlah persambungan dan tidak ada kaitan dengan kantor urusan agama di era penjajahan Belanda maupun Jepang. Ia murni lahir sebagai barang baru dari kesepakatan baru, yaitu Kementerian Agama Republik Indonesia di era Indonesia merdeka untuk mengurus seluruh urusan keagamaan dan diperuntukkan bagi semua agama di negeri ini!