Kartu Kuning Untuk Presiden

Di tengah apatisme mahasiswa melihat persoalan bangsanya, ada yang berani menyuarakan protesnya dengan cara unik. Aspirasi yang tidak boleh dianggap remeh

Kartu Kuning Untuk Presiden
zadit angkat kuning

MONDAYREVIEW- Saat wasit dalam sebuah pertandingan sepak bola mengangkat kartu kuning, berarti ada pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain. Jika pelanggaran berat, wasit berhak untuk mengeluarkan kartu merah. Pemain itu pun harus dikeluarkan dari pertandingan.

Lalu, apa makna kartu kuning jika dilakukan seorang warga terhadap presidennya? Apakah presiden sudah melanggar peraturan dalam bernegara?

Ekspresi yang disampaikan Zaadit Taqwa dengan meniup pluit dan mengangkat kartu kuning saat Presiden Joko Widodo dalam acara Dies Naralis ke-68 Universitas Indonesia, Jumat lalu menjadi viral di media sosial. Selain jadi lelucon, juga terselip makna protes yang mewabah. Ada yang nyinyir dengan perilaku Ketua BEM UI ini, sebagai perilaku bocah “katro”, ada juga yang mendukungnya dengan menyebarkan meme yang lucu. Sampai-sampai, Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR ikutan populer dengan mengeluarkan kartu kuning saat membuka acara Musyawarah Kerja Nasional Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA-KAMMI).

Ya, begitulah rimba media sosial. Pro kontra menjadi cerminan dukungan politik kepada presiden. Rektor UI boleh saja malu karena mahasiswanya berperilaku yang membuat presiden tersinggung. Namun, banyak juga menganggapnya sebagai terobosan di saat mahasiswa terdiam melihat berbagai fenomena politik di negeri ini, dan mereka lebih banyak larut dalam hedonisme.

Sang Rektor sepatutnya bangga mahasiswanya menjadi seorang pemberani. Gara-gara protes sang mahasiswa rencana Presiden dipertemukan dengan BEM UI pun konon terpaksa dibatalkan. Ada juga yang mengatakan, ulah Zadit akibat usulan BEM UI untuk bertemu presiden secara resmi tidak jelas nasibnya.

Zaadit mengatakan, ada tiga tuntutan BEM UI kepada Presiden Joko Widodo. Pertama, isu gizi buruk di Asmat. Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk di Asmat. Selain itu ditemukan pula 25 anak suspek campak serta empat anak yang terkena campak dan gizi buruk.

BEM UI mempertanyakan kenapa gizi buruk masih terus terjadi meski Papua memiliki dana otonomi khusus yang besar. Pada 2017, dana otsus untuk Papua mencapai Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun untuk Provinsi Papua Barat. "Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua," kata Zaadit.

BEM UI juga menyoroti langkah pemerintah mengusulkan asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai Plt Gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumut. Langkah ini dinilai memunculkan dwifungsi Polri/TNI.

Lalu pada isu terakhir, BEM UI juga menyoroti adanya draft peraturan baru organisasi mahasiswa (ormawa). Aturan baru itu dinilai mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.

Jangan menganggap remeh ulah mahasiswa itu. Ini bisa dijadikan peluang untuk menaikan elektabilitas presiden, sebaliknya jika tidak hati-hati, bisa jadi bumerang. Jangan remehkan gigitan semut walaupun kecil, apa jadinya jika ada solidaritas semut semut kecil untuk menggigit. Nah, bisa berabe.

Kabarnya, Zadit akan diajak ke Asmat, Papua untuk melihat kondisi di sana."Mungkin nanti saya akan kirim semua ketua dan anggota di BEM untuk ke Asmat, dari UI ya," kata Presiden Joko Widodo setelah menghadiri Haul Majemuk Masyayikh di Pondok Pesantren Salafiyah Safi`iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu lalu (3/2/2018).

Usulan presiden didukung Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Puan rupanya ingin menunjukan bukti nyata, semua kementerian dan lembaga terkait sudah mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengatasi persoalan gizi buruk dan kesehatan.

Apakah sebuah tindakan yang reaktif, atau strategis?

Respon pemerintah bisa jadi upaya untuk berkelit. Namun, jurus ini bisa jadi tak cukup ampuh untuk meyakinkan publik. Andaikan, presiden mau mendengarkan aspirasi zadit dan kawan-kawannya, bahkan memfasilitas langsung untuk bertemu mereka. Andaikan presiden meminta maaf kepada masyarakat karena masih ada di negeri yang dipimpinnya yang menderita persoalan gizi di kawasan yang kaya emas itu. Mungkin, presiden akan mendapat nilai plus.

Sekali lagi, jangan remehkan gigitan semut kecil (elbach)